Oleh: Imam Nawawi
Hidayatullah.com | PERISTIWA baru kembali mewarnai kehidupan rakyat Indonesia, kali ini terobosan dari tokoh bangsa yang juga penggerak reformasi, Amien Rais, yang baru saja mendirikan partai baru, bernama Partai Ummat. Sebuah partai yang ditegaskan bapak Reformasi Indonesia, Profesor Dr Amien Rais membawa tekad akan bekerja dan berjuang bersama anak bangsa lainnya melawan kezaliman dan menegakkan keadilan.
Sisi yang penting diperhatikan oleh umat Islam utamanya adalah apakah kehadiran partai baru di bawah kepemimpinan Amien Rais ini layak menjadi harapan, di tengah kehidupan perpolitikan Tanah Air yang sebagian kemampuannya telah tersandera oleh kepentingan sesaat?
Menjawab itu kita butuh memperhatikan dua hal setidaknya. Pertama sosok Amien Rais itu sendiri. Kedua, sistem demokrasi di Indonesia yang mau tidak mau untuk mewujudkan sebuah perubahan struktural, mau tidak mau harus melalui jalur politik praktis, dan ini membutuhkan kendaraan berupa partai politik.
Pada dasarnya Amien Rais adalah sosok yang konsen dalam gerakan politik moral bahkan sampai pada puncak kepemimpinan di sebuah ormas Islam besar di negeri ini, yakni Muhammadiyah. Amien Rais berubah haluan menjadi sosok pejuang politik secara praktis kala reformasi bergulir dan ia mendirikan dan menjadi Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN)
Meski demikian dalam buku Amien Rais dari Yogya ke Bina Graha disebutkan bahwa ternyata mantan Ketua MPR itu tetap dominan menggunakan gaya memimpin Muhammadiyah, yakni tegas, lugas dan tidak suka zig-zag. Alias berani mengambil risiko.
Sangat berbeda dengan kebanyakan politisi yang selalu mencari aman, mengkalkulasi untung rugi dalam bertindak. Ini sebabnya, mengapa sosok Amien Rais skealipun telah menjadi ketua partai, tetap dipandang sebagai tokoh moral.
Namun yang tak dapat digugat, Amien Rais memang sosok pemberani, dengan maju berjuang di bidang politik bersama PAN jelas Amien Rais adalah sosok pemberani. Pertanyaannya, mengapa di usia yang sangat senior seperti sekarang dan di tengah partai politik, utamanya partai politik Islam seakan-akan lumpuh dalam menjalankan fungsi utamanya membawa aspirasi rakyat, Amien Rais masih begitu percaya diri mendirikan partai baru?
Bisa jadi, sebagai sosok pejuang, cendekiawan, dan juga politisi, Amien Rais tak bisa berkenalan dengan kata istirahat, apalagi menarik diri dari politik, terlebih situasi bangsa Indonesia pasca Reformasi ternyata tak banyak berubah, apalagi menjadi lebih baik. Baharudin Lopa pernah berkomentar tentang dosen ilmu politik itu. “Ia – Amien Rais – sudah berhasil merobohkan. Kini, rakyat menunggu bagaimana ia membangun.”
Dalam kata yang lain, Amien Rais merasa sangat bertanggungjawab terhadap masa depan bangsa. Dan, selagi ada kesempatan berbuat, mengapa tidak, dimaksimalkan kesempatan yang ada dengan terobosan-terobosan baru, termasuk dengan ijtihad baru, kembali mendirikan partai baru, Partai Ummat. Dan, ini adalah mental seorang pejuang, dimana orientasi hidupnya dalam berkiprah bukan semata keberhasilan, tetapi yang jauh lebih penting adalah konsistensi dan semangat untuk terus berjuang. Menang kalah, berhasil tidak, itu soal belakangan.
Sekalipun secara fisik, seperti disampaikannya pada awak media CNN kala berkunjung ke kediamannya di Gandaria, Jakarta pada Mei 2018. “Saya merasa makin tua juga, makin banyak kekurangan, tak sekuat dulu, makin cepat ngantuk. Kadang-kadang baru baca buku 10 halaman sudah ngantuk Ada pemerosotan kemampuan fisik, maupun mungkin juga mental. Tapi so far so good, Alhamdulillah.”
Namun sebagaimana manusia, bukan berarti tak ada kritik untuk profesor ilmu politik itu. Sri Bintang Pamungkas dan Faizal Assegaf pernah mengkritik bahwa Amien Rais sudah melenceng dari semangat reformasi, karena dalam kapasitasnya sebagai Ketua MPR (1999-2004) terjadi empat kali amandemen UUD 1945.
Bahkan jauh, dalam benak publik mungkin juga muncul pikiran, mendirikan PAN saja tidak berhasil mengendalikan dan mencapai kekuasaan. Apalagi dengan partai yang baru ini, jangan-jangan nanti keluar lagi dan membikin partai baru lagi.
Namun, tidak bisa dipungkiri dalam system demokrasi, perubahan struktural hanya bisa dicapai melalui kendaraan bernama partai politik. Partai politik adalah lembaga yang legal dalam demokrasi yang boleh berkontestasi dan mewarnai kebijakan suatu negara.
Dengan kata lain, jika tidak ada partai politik yang dibentuk dan dijadikan harapan, semua idealisme, gagasan, dan keluhuran nilai di masyarakat tidak akan pernah benar-benar menjiwai arah kebijakan negeri ini. Oleh karena itu, kendaraan bernama partai politik tidak bisa dinafikan begitu saja.
Dalam hal ini, langkah Amien Rais sangat luar biasa, ia rela berkorban dan melangsungkan apa yang disebutnya sebagai ijtihad politik. Usia yang sangat senior tak menghalangi ia tetap melangkah optimis, bahwa sebuah gagasan besar dalam bidang politik harus tetap ditanam, walau harus dengan kembali mendirikan sebuah partai baru. Partai yang secara momentum lahir dalam keadaan luar biasa, umat Islam kehilangan figur, cenderung terintimidasi dan kerap mengalami persekusi.
Jika nama Ummat yang disandang partai Amien Rais ini benar-benar mengakomodir harapan rakyat dan umat ini, bukan tidak mungkin Partai Ummat akan memiliki idealisme dan konsistensi tinggi. Namun, hampir selalu, perjalanan partai politik di Indonesia, terutama partai politik Islam hanya merekah di awal kelahiran, lalu kehilangan keseimbangan sehingga tersandera oleh ragam logika kepentingan.
Tetapi, dengan pengalaman panjang secara teori dan praktis di lapangan politik praktis, patut diduga, kali ini Amien Rais benar-benar memiliki formula baru untuk Partai Ummat benar-benar mampu mengambil kekuasaan untuk keadilan dan kesejahteraan umat dan rakyat.
Kita tunggu, bagaimana kelanjutan perpolitikan di Tanah Air. Akankah Partai Ummat benar-benar menjadi pembeda dan benar-benar konsisten serta layak menjadi harapan. Atau kah, ini hanya sebuah siklus biasa, dimana partai baru lahir dengan semangat tinggi lalu layu karena terkooptasi kepentingan-kepentingan pribadi. Allahu a’lam.*
Penulis Ketua Pemuda Hidayatullah