Sambungan artikel PERTAMA
Hukum Bercadar Menurut Pandangan Para Ulama
Di antara syariat Allah Subhanahu Wata’ala adalah perintah menutup aurat. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para nelayan laki-laki (tua) yang tidak punya keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan…” (An-Nur: 31).
Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman: “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. “Yang demikian itu agar mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyanyang.” (Al-Ahzab: 59).
Begitu pula hadits-hadits Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassallam memerintahkan untuk menutup aurat. Bahkan istri-istri dan anak-anak Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bercadar.
Baca: UIN Suka Cabut Larangan Bercadar, Dahnil: Alhamdulillah
Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, maka para ulama sepakat (ijma’) bahwa menutup aurat itu wajib hukumnya. Mereka juga berijma’ bahwa pakaian paling utama dan paling sempurna dalam menutup aurat itu cadar. Ini tidak ada khilafiah di antara para ulama. Sebagaimana merekapun sepakat bahwa bercadar itu merupakan simbol, pemikiran dan ajaran agama.
Namun para ulama berbeda pendapat apakah bercadar itu wajib atau sunnat? Perbedaan pendapat mereka ini disebabkan perbedaan pendapat mereka mengenai batasan aurat sesuai dengan pemahaman mereka terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits perintah menutup aurat. Sebahagian ulama berpendapat bahwa aurat wanita itu seluruh tubuhnya. Maka hukum bercadar itu wajib. Ini pendapat ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah.
Sebahagian ulama lain berpendapat bahwa aurat wanita itu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Menurut mereka muka dan telapak tangan itu bukan aurat. Maka bercadar itu hukumnya tidak wajib, namun sunnat atau dianjurkan, karena lebih utama dan sempurna dalam menutup aurat. Ini pendapat ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah.
Kesimpulannya, perintah menutup aurat dengan cadar maupun jilbab memiliki dasar hukum yang kuat yaitu Al-Quran, as-Sunnah dan ijma’. Melarang cadar berarti menentang Al-Quran, hadits dan ijma’ para ulama. Terlepas dari khilafiah para ulama mengenai hukum cadar wajib atau tidak, namun para ulama sepakat bahwa bercadar itu paling utama dan sempurna dalam menutup aurat. Merekapun sepakat bahwa cadar itu ajaran Islam dan tidak boleh dilarang.
Baca: MUI: Pelarangan Cadar Menyenggol Agama dan Hukum Positif
Jadi, jelaslah bahwa cadar merupakan simbol, pemikiran dan ajaran Islam, bukan budaya Arab seperti yang dituduh oleh orang-orang kafir orientalis dan pengikut mereka dari orang-orang Islam Liberal yang anti terhadap syariat Islam. Oleh karena itu, bercadar tidak boleh dilarang. Apapun alasannya, pelarangan cadar tidak bisa diterima secara agama, logika, HAM dan hukum. Kasus seperti ini tidak boleh terulang lagi di Indonesia.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Meskipun secara pribadi penulis memilih pendapat ulama yang mengatakan bahwa muka dan kedua telapak tangan bukan aurat, namun penulis tetap objektif dan proporsional dalam memandang persoalan cadar dengan menghargai pendapat ulama yang mewajibkan cadar dan tidak menafikan cadar dan jilbab itu sebagai simbol, pemikiran dan ajaran Islam.
Akhirnya, mari kita bersikap objektif dan proporsional dalam menilai persoalan cadar. Meskipun persoalan cadar itu persoalan khilafiah, namun kita wajib menghargai pendapat ulama yang mewajibkannya. Kita harus jujur dan akui bahwa cadar dan jilbab merupakan identititas muslimah, pemahaman para ulama dan ajaran Islam.
Melarang cadar sama saja menafikan simbol, pemikiran dan ajaran Islam. Selain itu, sama saja telah menentang, melecehkan dan “mengeksekusi” ajaran Islam. Perbuatan ini maksiat. Inilah paham radikal sesungguhnya. Semoga kita selalu diberi petunjuk dari Allah Subhanahu Wata’ala dan dijaga dari kesesatan. Amin!
Penulis adalah Ketua MIUMI Aceh, pengurus Dewan Dakwah Aceh & anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara