Wayang merupakan salah satu kesenian rakyat yang dimanfaatkan oleh para wali untuk berdakwah. Sunan Kalijaga, misalnya mengembangkan wayang purwa, wayang kulit bercorak Islam
Oleh: Fahmi Salim, MA
Hidayatullah.com | ISLAM hadir di Indonesia dengan penuh kedamaian Dan yang sering disebut Nusantara ini menerima Islam tanpa menimbulkan kontekapallones dendam sejarah. Begitulah, Islam yang dibawa oleh para ulama, antara lain yang leita kenal dengan pana Wali Songo.
Mereka menjalankan misi dakwah sebagaimana diajarkan dalam Selamat 126. Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran an bantalan edella dengan cara yang baik.
Penyebaran Islam ke berbagai pelosok dunia mempuh jalaman beragam. Di Andalusi, misalnya Panglima Thorig bin Ziyad membawa pasukannya untuk menumbangkan penguasa yang dzolim di kawasan itu.
Namun, pasukan Islam bukanlah penjajah, yang mengeruk keuntungan negeri itu. Islam datang untuk membangun peradaban. Karena itu, sebagaimana diakui ilmuwan sedunia, kemajuan pengetahuan di negeri-negeri Barat saat ini buah dari sumbangsih peradaban Islam.
Baca: Benarkah Wali Songo Utusan Khilafah Turki Utsmani?
Dakwah Islam di Nusantara
Namun, Islam disebarkan dengan pedang masih saja dituduhkan oleh orang-orang yang mengidap Islamophobia. Padahal, hakekat ajaran Islam itu, menurut Dr. Ahmad Mujib, sangat cocok dengan hati nurani manusia karena membawa fitrah kemanusiaan.
Terbukti , para wali berhasil mengislamkan tanah Jawa yang dahulu beragama Hindu penuh kedamaian tanpa memicu konflik. “Ketika saya berkunjung ke Maroko, banyak yang bertanya bagaimana cara dakwah para wali sehingga diterima oleh masyarakat,” ungkap dosen Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Semarang ini.
Meski demikian, ada saja yang beranggapan Wali Songo itu hanya mitos. Padahal, jejak peninggalan para wali tak terbantahkan, mulai dari bangunan, ajarannya hingga jejak budayanya.
Strategi dakwah mereka pun banyak diulas dalam berbagai kajian ilmiah. “Banyak bukti keberhasilan strategi dakwah kultural yang dijalankan Wali Songo,” jelas Habiburahman El Shirazi, Ketua Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI), Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Misalnya, cerita pewayangan disisipi nilai-nilai yang selaras dengan keislaman. Sehingga dengan mudah diterima oleh masyarakat Jawa.
Sementara itu, teori-teori bahwa Islam masuk ke Nusantara dibawa para pedagang dari Gujarat pada abad ke-14 termuat dalam buku-buku pelajaran sekolah. Padahal, teori yang dikemukakan seorang orientalis asal Belanda, Snouck Hurgronje sudah terbantahkan.
Jauh sebelum kelahiran Nabi Muhammad ﷺ, berbaga temuan arkeologis, menunjukan adanya kontak antara pedagang asal Arab, China dan Nusantara, seperti diakui juga oleh sejarahwan G. R. Tibbetts Karena, kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dagang.
Menurut dokumen kuno asal Tiongkok, di Kerajaan Budlia Sriwijaya sudah ditemukan perkampungan Arab. Karena itulah, Buya Hamka termasuk yang ineyakini Islam datang ke bumi Nusantara sejak abad ke-7.
Pendapat ini dikenal dengan Teori Mekah. Masuknya Islam ke Nusantara dibawa melalui jalur perdagangan dan dakwah dari Jazirah Arab.
Misi dakwah untuk menyebarkan Islam merupakan misi Rasululloh, yang dilanjutkan oleh para khalifah. Diperkirakan utusan dakwah datang ke Nusantara pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriyah, pada masa Khaliah Ustman bin Affan.
Baca: Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu
Sejarah Masuknya Islam
Sementara, para juru dakwah, yang dikenal Wali Songo memasuki tanah Jawa pada awal abad ke-15. Mereka disebut- sebut utusan Sultan Muhammad I dari Turki Ustmani berdasarkan catatan Ibnu Batutah dalam Kanzul Ulum. Namun, sumber ini sulit dilacak kebenarannya.
Menurut Dr. Ahmad Mujib, keterangan ini dianggapnya tidak logis. Karena, Ibnu Batutah lebih dulu wafat pada tahun 1369, sebelum kelaniran Sultan Muhammad 1 pada tahun 1379.
Jaraknya terpaut 10 tahun.Tidak masuk akal Tbnu Batutah bisa menceritakan masa depan yang belum terjadi, ungkapnya.
Sebelum kedatangan Wali Songo pada abad ke-15, L.W.Cvan den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l’archipel Indien (1886) mengatakan bahwa sudah ada penduduk keturunan Arab setelah masa Kerajaan Majapahit Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempunyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab,” tulis van den Berg.
Karena itu, beberapa sejarawan menyebut Wali Songo berasal dari Hadramaut (Yaman).
Baca: Islamisasi Alam Melayu lahirkan Budaya Intelektualisme
Sejarah Wali Songo
Sementara versi lain, menyebut mereka adalah keturunan dari Samarkand (Asia Tengah), dan Champa. Menurut Dr. Ahmad Mujib, para Wali Songo itu adalah keturunan Arab, kecuali Sunan Kalijaga dan putranya, Sunan Muria.
Kekerabatan dan persaudaraan para wali ini begitu erat terjaga, bahkan ada yang berpendapat bahwa Wali Songo adalah lembaga ulama yang tidak terbatas jumlahnya 9 orang. Beberapa tokoh wali seperti Syaikh Maulana Malik Ibrahim, Syaikh Jumadil Kubra, dan Syaikh Maulana Maghribi termasuk Wali Songo yang menjadi penyangga islamisasi di tanah Jaya.
Sesuai dengan maknanya, kata Wali berasal dari bahasa Arab, yang artinya orang yang mencintai dan dicintai Allah. Secara maknawi, Wali, ialah mereka yang selalu mendapat perlindungan Alloh sehingga dalam diri mereka tidak ada rasa takut dan rasa sedih, sebagaimana disebutkan dalam Surat Yunus ayat 62-63.
Sedangkan Songo berasal dari Bahasa Jawa yang berarti sembilan. Namun, ada juga yang berpendapat akar kata Songo berasal dari bahasa Arab ‘tsana’ yang artinya mulia.
Ajaran Islam yang dibawa para wali tidak merusak tradisi, tapi justru memperkayanya dengan memasukan ruh yang sesuai dengan prinsip Islam. Mereka berhasil memikat masyarakat karena mampu membaca suasana batin masyarakat kala itu,”ungkap Dr. Ahmad Mujib.
Sebagai contoh,tradisi kebatinan yang disebut aliran Bhairawa Tantra yang dijalankan Raja Adityawarman. Dalam keyakinannya, manusia akan mencapai puncak pencerahannya ketika sudah mengalami kejenuhan duniawi.
Karena itu, mereka menggelar sebuah ritual untuk memuaskan hawa nafsunya, mulai dari minum darah, tarian ekstase hingga melakukan ritual seks sebagai puncak syahwat manusia. Kala itu, Sunan Bonang berhasil mengganti ruh tradisi ini dengan cara makan bersama-sama sebagai ungkapan rasa syukur, kemudian memasukan pesan-pesan moral untuk tidak melakukan molimo, madon, madat, main, maling, dan minum).>> (Bersambung) halaman 2
>>Halaman 2 >>> Sunan Kalijaga, misalnya mengembangkan wayang purwa, wayang kulit bercorak Islam