Hidayatullah.com– Pemimpin tertinggi Syiah Iran Ayatollah Khamenei hari Senin (20/5/2024) mengumumkan lima hari berkabung untuk meratapi kematian Presiden Ebrahim Raisi, Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian dan beberapa orang lainnya dalam kecelakaan helikopter. Namun, sebagian rakyat Iran justru mengaku bersukacita dan bergembira atas kematian Raisi.
Beberapa jam sebelum kematian Raisi dikonfirmasi oleh media pemerintah, beredar video di platform Telegram yang menunjukkan sejumlah warga menyalakan kembang api sebagai bentuk pernyataan sukacita atas kematian Presiden Iran. Salah satu perayaan dilakukan oleh warga Saqqez, kampung halaman Mahsa Amini – gadis Kurdi yang meninggal dunia setelah mengalami koma akibat luka-luka yang dialaminya saat dalam tahanan setelah ditangkap dengan alasan mengenakan jilbab tidak sesuai aturan saat berkunjung ke Teheran.
Kematian Mahsa Amini pada 16 September 2022 menyulut aksi protes anti-pemerintah di berbagai penjuru Iran selama berbulan-bulan. Selama aksi protes berlangsung, petugas keamanan menangkap lebih dari 19.000 pengunjuk rasa, dan sedikitnya 500 orang terbunuh – termasuk 60 anak-anak. Sampai saat ini penangkapan terhadap perempuan yang tidak berhijab dengan benar menurut aparat dan pengunjuk rasa masih berlangsung.
Namun, warga Iran yang berbicara kepada The Guardian menolak untuk meratapi kematian seorang pria yang menurut mereka bertanggung jawab atas ratusan kematian selama kurun empat dekade karir politiknya.
“Roh Raisi tidak akan dapat beristirahat dengan tenang karena dia membunuh saudara lelaki saya dan anak-anak negeri saya. Dia adalah seorang pembunuh yang memerintahkan pembunuhan begitu banyak anak. Roh saudara saya akan tenang hanya apabila orang-orang seperti dirinya (Raisi) diseret ke pengadilan,” kata seorang anggota keluarga dari seorang remaja yang mati di tangan kebrutalan aparat Iran saat menghadapi unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini.
Salah satu warga yang dibunuh aparat dalam aksi protes adalah Minoo Majidi, wanita berusia 62 tahun yang ditembak dari jarak dekat oleh aparat dengan 160 butir pelor mengenai tubuhnya.
Anak-anak perempuan Minoo Majidi membagikan rekaman video yang menampakkan warga bersorak-sorai karena gembira mendengar helikopter yang ditumpangi Raisi dinyatakan hilang.
“Kami bergembira karena mereka adalah para pembunuh. Raisi memerintahkan pembunuhan ibuku dan menterinya menampik para syuhada kami. Saya tahu bergembira atas kematian seseorang itu tidak baik, tetapi mereka bukan manusia. Selamat kepada para keluarga korban dan rakyat Iran. Zan, Zendegi, Azadi [Wanita, Kehidupan, Kemerdekaan],” kata Mahsa, salah satu Minoo Majidi, seraya menyerukan teriakan yang biasa diutarakan para demonstran.
Seorang demonstran berusia 30 tahun dari Teheran berkata, “Kehidupan di Iran mengajarkan kami bahwa adakalanya orang bisa bergembira atas kematian orang lain. Kematian itu menyakitkan, tetapi saya senang. Kami telah kehilangan negeri kami dan semoga, kami akan mendapatkannya kembali.”
Seorang reporter berbasis di Teheran berkata, “Banyak agen militer ditempatkan di jalan-jalan dan bahkan di lapangan kecil sejak semalam (Ahad malam, red). Polisi berulang kali mengeluarkan peringatan bahwa orang yang bergembira atas kematian Presiden akan dipidanakan.”
Reporter itu juga melaporkan bahwa sebagian masyarakat tampak menyalakan kembang api, dan mereka yang berada di jalan raya membunyikan klakson kendaraannya sebagai bentuk solidaritas kepada warga yang merayakan kematian Presiden Ebrahim Raisi, yang menemui ajalnya setelah helikopter yang ditumpanginya bersama Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian dan beberapa orang lain kecelakaan di kawasan pegunungan dekat perbatasan dengan Azerbaijan hari Ahad (19/5/2024).*