RUMI menginginkan kita agar mendengar intuisi dan suara hati yang pada gilirannya akan melahirkan rasa dan kenginan bari (hal. 33)
Pada pertengahan April lalu, saya mendapatkan hadiah dari Konya, Turki. Dalam pesannya, saya akan dikirimi buku hasil terjemahan dan hasil editorianya sendiri tentang Masnawi Jalaluddin Ar-Rumi, dikarang oleh Prof. Nevzat Tarhan, rektor University of Uskudar, Istambul.
Di dunia pesantren Kitab Masnawi bukan kurikulum wajib pesantren,tapi paling tidak, substansi ajarannya telah merasuki raga pesantren sejak ratusan tahun lalu melalui tasawuf yang direfleksikan oleh para ulama nusantara pendiri pesantren tersebut.
Membaca lembar demi lembar racikan Tarhan ini sungguh mengasikkan ibarat berlayar di tengah samudera yang landai, ditemani angin sepoi dan ombak yang bersahabat, sambil lalu beragam makhluk bawah air yang menyunggingkan senyum dengan mutiara berkilau selalu memancar pada bahtera yang kita naiki. Pengalaman menyelami dunia Ar-Rumi dalam Masnawi-nya adalah pengalaman rohani tiada tara, lebih-lebih pada kurun abad XXI ini yang haus akan kembalinya sinar langit yang tergerus kapitalisme serakah (hal. 8), Tarhan telah memberikan jalan ke dunia Ar-Rumi untuk melindungi diri sebagai immunitas dunia modern dari keserakahan tersebut.
Dalam pandangan Tarhan, Rumi menawarkan berbagai bentuk terapi kejiwaan yang dapat menghindarkan kita dari berbagai tekanan kehidupan ini, sehingga berbagai kasus yang menimpa umat Islam ini, terutama kasus yang berkaitan timpangnya kejiwaan mereka, atau labilnya susunan syaraf mereka, sedikit terobati dengan membaca karyanya.
Bagi Tarhan, Rumi secara praktis tidak hanya berhasil menjawab problematika yang muncul pada zamannya, tetapi juga menjawab permasalahan demi permasalahan zaman-zaman setelahnya dengan merujuk kepada nilai-nilai yang diajarkan dan contoh-contoh yang ditunjukkanya (hal. 20). Menariknya, Tarhan mengekspos terapi Rumi dari sisi di mana ia menggeluti ilmu yang selama ini ia tekuni, yaitu ilmu kedokteran jiwa (psikiatri).
Terapi Rumi sangat dibutuhkan oleh mereka yang terserang panyakit berkaitan masalah jiwa, seperti iri, dengki, ujub, angkuh, sombong, egois, dan lain-lain. Karenanya, pencarian kecerdasan hati, kecerdasan emosi, potensi diri, prestasi diri, pengetahuan diri adalah berbagai istilah yang ada di lembaran buku ini , yang patut kita betot dengan teratur dan istikomah.
Dalam penelitian Tarhan, Rumi menganjurkan kita agar mempunyai pengetahuan tentang pengenalan diri sendiri (fasda’bin an-nafsi). Manusia mempunyai lima tipe gaya ketika merespon satu yang dapat diurutkan sebagai berikut: ketika berada pada sisi kuat, ketika berada pada sisi lemah, ketika memecahkan masalah, ketika berkomunikasi, dan ketika menghadapi kesempatan yang ada. Menurut Tarhan, sudut pandang lima dimensi ini adalah sudut pandang menyeluruh (hal. 28).
Kelimanya, akan berkaitan dengan DNA (genetika) seseorang. Seperti diketahui, DNA tersusun secara kompleks yang didalamnya terdapat sandi-sandi yang menentukan wujud dan nilai suatu hal. Apabila sandi-sandi itu diperlakukan menurut fitrahnya, pekerjaan yang dilakukannya akan berhasil dengan baik (hal. 21)
Sebagai karya yang berhulu pada kemurnian dunia kejiwaan, maka untuk seorang santri, konklusi lengkap ala terapi Rumi yang sampaikan dengan bahasa abad ini oleh Tarhan memang sangat pantas menjadi kajian dan renungan mendalam. Santri adalah sosok manusia integral yang mempunyai tingkat immunitas jiwa penuh prima. Sebaliknya, menjadi santri di dunia kontemporer adalah menjadi manusia paradoks yang siap terselubung dalam jerat kapitalisme. Jika tidak cerdas menyikapinya, santri akan menjadi manusia nyinyir yang lebih parah dari manusia yang ‘bukan santri’.
Optimisme santri harus selalu dibangkitkan dengan terapi Masnawi ala Rumi ini, sebab optimisme adalah kunci utama dalam kehidupan orang yang mempunyai kecerdasan batin (hal. 57) walaupun secara dhahir barangkali ia nampak lemah dan dekil, ibaratnya, seorang yang buta tidak akan tahu berapa jauh jalan yang ditempuh, meskipun ia telah berjalan 100 tahun (Masnawi jilid VI: 417, hal. 183).
Untuk itu, menggunakan akal dan hati secara bersamaan dalam proses belajar, mengenali diri, empati, kemampuan berkomunikasi, motivasi diri, problem solving, kecerdasan emosi, mengelola waktu, mengelola stress dan amarah, toleransi dan memaafkan, gigih dalam usaha dan niat, disiplin dan bekerja dan dermawan, menjadi penengah, dan sebagainya (hal. 254-309) adalah untaian terapi Masnawi yang sangat bermanfaat.*
Ahmad Muhli Junaidi, S.Pd.
Guru Sejarah di SMA 3 Annuqayah dan PKn&IPS di MTs 1 Putri Annuqayah, Guluk-Guluk. Alamat email: [email protected]
Judul Buku : Terapi Masnawi (Mesnevi Terapi)
Penulis: Prof. Dr. Navzat Tarhan
Penerjemah: Ridho Assiddiky, Lc,Ummahati Sholihin, Lc, Bernando J. Sujibto, M.A.
Penerbit: QAF Media, Jakarta, Cetakan Maret 2016, Tebal 315 halaman