DAKWAH Nabi memang kerap diiringi dengan berbagai peperangan. Namun peperangan tersebut memiliki alasan kuat mengapa sampai terjadi. Melalui buku ini, Nizar Abazhah mengisahkan perang-perang yang dijalani Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam yang membuat kita paham beberapa hal; apa alasan Nabi berperang, bagaimana strategi perang beliau, serta bagaimana karakteristik panglima perang yang beliau pilih untuk memimpin pasukan.
Sebagaimana kita ketahui, pertama kali Nabi berdakwah secara terbuka di Makkah. Sejak saat itu, jihad Nabi penuh tekanan dan ancaman dari kaum Quraisy yang gemar mengintimidasi Nabi dan kaum muslim.
Tak hanya itu, mereka juga menerapkan strategi perang psikologis lewat berbagai tipu muslihat; Nabi diminta menunjukkan mukjizat, diolok-olok, misi yang dibawa diejek dan dicemooh. Tekanan kaum Quraisy mencapai puncaknya lewat perang ekonomi dan sosial secara bersamaan yang mereka lakukan terhadap kaum muslim.
Perang ekonomi dan sosial tersebut ialah kaum Quraisy bersekongkol dalam satu sumpah untuk tidak berniaga dengan keluarga Nabi, tidak berinteraksi dengan mereka, tidak berkomunikasi, tidak akan berdamai, dan tidak akan berbelas kasih pada mereka. Kecuali, mereka menyerahkan Nabi untuk dipenggal (hlm 21).
Kondisi tersebut, membuat Makkah menjadi begitu sempit bagi Rasulullah. Namun, beliau tetap tabah dan ikhlas. Selama di Makkah, Nabi berhasil menahan kaum muslim agar tidak melakukan perlawanan.
Setelah hijrah ke Madinah, dan tujuh bulan “bertahan” dan bersabar, Nabi mulai mengirim datasemen beserta pasukan untuk memantau situasi sekitar. Beliau masih sama sekali tidak melakukan persiapan perang atau penyerangan. Hanya sekadar mewaspadai gerakan pengacau yang sesekali menyerang dan bisa berdampak buruk bagi keadaan Madinah.
Perang baru terjadi setelah dua belas bulan Nabi hijrah. Dimulai dari Perang Waddan, Perang Buwath, Perang Dzul Usyairoh, dan memasuki Perang Badar.
Di samping kisah peperangan, buku ini juga dilengkapi dengan pengkajian dan analisis. Berbagai kisah perang yang telah diulas panjang lebar kemudian ditelaah penulis dan muncullah berbagai konsep. Seperti motif dan tujuan perang Rasulullah, karakteristik kepemimpinan Nabi, penglima-panglima Rasulullah, tentara Rasulullah, serta etika perang.
Motif dan tujuan peperangan Nabi dikelompokkan menjadi tiga alasan. Pertama, melayani serangan musuh. Nabi mengangkat senjata sebagai reaksi atas musuh yang telah lebih dulu menyerang. Hal ini bisa dilihat dalam perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Kedua, memberi pelajaran terhadap musuh yang menacari gara-gara atau bersekongkol mengganggu kaum muslim meski sudah ada nota perjanjian atau kerja sama. Hal ini terjadi pada perang Bani Quraizah. Khaibar, Mu’tah, dan beberapa penggerebekan terhadap kaum Badui.
Motif ketiga adalah untuk menggagalkan rencana musuh yang mengancam kaum muslim, seperti dalam perang Tabuk dan sejumlah ekspedisi datasemen yang dikirim Nabi untuk mencegah penyerangan oleh suku-suku terhadap kaum muslim di Madinah (hlm 271).
Dari ketiga motiv tersebut, jelas bahwa Nabi tak pernah menyulut peperangan. Apa yang dilakukan adalah lebih kepada tindakan reaktif atas tindakan musuh yang lebih dahulu melakukannya.
Tentang etika perang, Abu Bakar secara indah merangkum pesan yang pernah diberikan Nabi kepada prajurit sebelum berangkat ke Suriah.
“Sebentar! Aku ingin berpesan pada kalian sepuluh hal. Jangan berkhianat, melanggar janji, dan memotong-motong tubuh mayat. Jangan membunuh anak kecil, orang lanjut usia, dan perempuan. Jangan menebang pohon serta merusak dan membakar pohon kurma. Jangan menyembelih kibas atau unta kecuali untuk dimakan. Kalian akan melewati suatu kaum yang menyepi di biara-biara, biarkan mereka. Perangi orang yang memerangi kalian dan berdamailah dengan orang yang berdamai dengan kalian. Jangan melampaui batas karena Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas” (hlm 329).
Etika perang tersebut, jika diperhatikan teramat menjunjung tinggi kemanusiaan, bahkan pada makhluk lain. Ini terlihat dari larangan menebang pohon, dan menyembelih kibas atau unta, kecuali untuk dikonsumsi. Di samping itu, terlihat jelas kedamaian yang dijunjung tinggi; tidak akan memerangi orang yang tidak memerangi, dan membuka lebar pintu perdamaian.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Makna dari kisah peperangan Nabi adalah pelajaran tentang ketabahan atau kesabaran dan ketegasan. Ketabahan dan kesabaran ketika kaum musyrik terus mengintimidasi, meneror, dan bahkan menyiksa kaum muslim. Keimanan dan keyakinan pada ajaran Nabi, memberikan kesabaran bagi kaum muslim dalam menghadapi tekanan dan yakin Allah akan memberikan jalan.
Pelajaran tentang ketegasan dari kisah peperangan terlihat dari bagaimana Nabi dan kaum muslim dalam menyikapi ketidakadilan, kecurangan musuh saat kesepakatan dan perjanjian sudah dilakukan.
Perang Rasulullah adalah perang menegakkan kebenaran dan menghukum kaum zalim. Bukan perang yang ditegakkan atas niat memusnahkan pihak lain, tetapi didasarkan atas sistem yang adil.*
Al Mahfud, penikmat buku dari Pati-Jawa Tengah. Menulis artikel, feature, dan resensi buku di berbagai media nasional
Judul : Perang Muhammad
Penulis : Nizar Abazhah
Penerjemah : Asy’ari Khatib
Penerbit : Zaman
Tahun : Cetakan 1, 2014
Tebal : 356 halaman
ISBN : 978-602-1687-19-2