Oleh: Asrir Sutanmaradjo
/tulisan pertama/
Jadilah Muslim Paripurna
MUHAMMAD Ali al Hasyimi, menulis buku berjudul “The Ideal Muslim” (diterbitan Mitra Pustaka, Yogyakarta dengan judul “Menjadi Muslim Ideal”). Buku ini menulis sebuah ajakan ‘Menjadi Muslim Ideal’ yang dipahami sebagai “Muslim Wasathan”, “Kaffah”, “Rahmatan lil ‘alamin” , “Ahlus Sunnah wal Jaama’ah” dan “paripurna”.
Muslim paripurna yang dimaksud adalah mencakup seluruh unsurnya. Muslim akidahnya, ibadahnya, munakahahnya, mu’amalahnya, jinayahnya, jihadnya, dakwahnya, akhlaknya, politiknya, ekonominya, sosialnya, budayanya, semuanya.
Muslim paripurna –sesuai dengan dosisnya yang pas– sudah mengandung unsur moderat, konfirmis, ekstrim, radikal bahkan juga militan.
Muslim Wasathan adalah lembut pada tempatnya. Itulah Muslim yang kaffah yang diharapkan melahirkan masyarakat marhamah, masyarakat rahmatan lin ‘alamin di antaranya adalah: saling menyebarkan salam, kedamaian, kerahmatan, keberkahan, kebajikan, menghindari, menjauhi perbuatan munkar, makar, onar, keresahan, kerusuhan, permusuhan, kekacauan’ menumbuhkan kebersamaan, kesetiakawanan, mengendalikan lisan dan perbuatan, tidak melakukan perbuatan yang sia-sia, dan lain-lain.
“Sebarkan salam di antara kamu.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Muslim dari Abu Hurairah dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi)
“Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah teleh berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS 28:77). “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS 5:2). “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilllah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS 5:8).
Muslim yang paripurna, pantang baginya berlaku tak adil. Apalagi kepada saudaranya sendiri. Ia adalah orang yang “lembut pada saudara Muslim, dan keras pada orang kafir”.
Karena al-Quran mengatakan;
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia (Muhammad) adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…..” (Q.S. Al Fath: 29)
Bukan seperti yang kita saksikan sekarang ini. Hanya untuk mencari “selamat”, banyak tokoh-tokoh Islam dan sebagian umat Islam berebut istilah ‘moderat” dan justru lebih keras pada saudara Muslim sendiri dan berlaku lembut pada orang lain.
Padahal, semua istilah-istilah itu datang dari orang luar, yang hanya untuk memecah hubungan dan kedekatan dengan saudara Muslim sendiri. Semua istilah itu lahir dari pengamat Barat, agar dengan sesama Muslim kita saling mencurigai.
Muslim paripurna, ia akan berbeda dengan orang non-Muslim. Baik penampilan, gaya hidup dan cara pandangnya. Abul A’la Maududi dalam buku “Fundamentals of Islam” (Dasar-Dasar Islam”) menunjukkan perbedaan antara Muslim dengan non-Islam dengan mengutip al-Quran surat An-Nisa’ dan Al An’am:
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللّهِ يُكَفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُواْ مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعاً
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” [QS; An-Nisa’:140]
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُواْ دِينَهُمْ لَعِباً وَلَهْواً وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَذَكِّرْ بِهِ أَن تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِن دُونِ اللّهِ وَلِيٌّ وَلاَ شَفِيعٌ وَإِن تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لاَّ يُؤْخَذْ مِنْهَا أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُواْ بِمَا كَسَبُواْ لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُواْ يَكْفُرُونَ
“Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan al-Quraan itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa’at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.” [QS: AlAn’am: 70]
Karena itulah, kita harus mulai meninggalkan penyematan istilah “Islam moderat” “Islam pluralis” dan istilah-istilah yang serupa denganya karena itu semua hanya akan memberi olok-olok pada kaum Muslim yang lain, termasuk diri kita sendiri.
Mudah-mudahan kita bukan tipe Muslim yang gembira mengolok-oleh saudara Muslim.*
Penulis hanya rakyat biasa, kini tinggal di Bekasi