Sambungan artikel PERTAMA
oleh: Triana Arinda Harlis
Islam dan Kelainan Seksual
Islam menjaga manusia agar tetap pada fitrahnya. Allah, Sang Maha Kasih Sayang, menciptakan manusia terdiri dari dua jenis kelamin. Sudah barang tentu, Allah juga mempersiapkan petunjuk agar kedua jenis kelamin ini dapat hidup berdampingan di dunia sesuai fitrahnya masing-masing. Allah melarang salah satu jenis kelamin berperilaku menyerupai lawan jenisnya.
“Rasulullah Shallallhu ‘alaihi Wassalam telah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria” (HR. Bukhari)
Semua tindak tanduk yang menyerupai lawan jenis telah dicela oleh Nabi dengan keras karena hadist tersebut menggunakan kata la’ana artinya melaknat.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia pernah menuturkan:
“Rasulullah Shallallhu ‘alaihi Wassalam telah melaknat seorang pria yang berpakaian mengenakan pakaian wanita dan seorang wanita yang berpakaian mengenakan pakaian pria.“ (HR. Al-Hakim dan ia menshahihkannya)
Diriwayatkan dari Ibn Abi Mulaykah, ia berkata :
“Pernah dikatakan kepada ‘Aisyah ra: “Jika seorang wanita mengenakan terompah ?” Aisyah berkata:”Rasulullah telah melaknat wanita yang menyerupai pria (rajulah minannisa’).“ (HR. Adz-Dzahabi, ia berkata: sanadnya hasan)
Memilih pakaian, baju, sandal, dan sepatu saja kita dibimbing agar tidak menyerupai lawan jenis kita, tentunya berbuat yang lebih jauh lebih dilarang lagi.
Sebagai laki-laki, berjalan yang gemulai dan berbicara yang kemayu (seperti wanita, red), apabila dilakukan dengan sengaja maka sudah terkena laknat Allah. Apalagi melakukan usaha mengubah jenis kelamin hingga seluruh bentuk fisiknya sama dengan perempuan meskipun buatan. Seseorang yang melakukan proses transgender misalnya, ia melakukan pembesaran payudara hingga vaginoplasti (pembuatan vagina buatan). Sungguh ini adalah perbuatan yang dilaknat oleh Allah.
Bagaimana Islam memberi solusi kepada laki-laki yang menyerupai perempuan atau sebaliknya?
Harus dilihat dulu apakah seseorang memiliki cara bicara, gaya berjalan, dan perilaku tersebut adalah bawaan lahir yang tidak dibuat-buat atau dilakukan dengan sengaja. Jika sikap tersebut merupakan bawaan lahir tanpa ada maksud sengaja menyerupai lawan jenis maka orang tersebut dimaafkan.
Namun para ulama tetap mendorong agar orang-orang seperti ini tetap berusaha mengubah perilakunya agar tampak maskulinitasnya bila dia lelaki atau feminitasnya bila ia perempuan. Ia bisa saja berlatih kepada orang lain atau berkonsultasi dengan psikolog. Kalau perlu, negara/pemerintah memfasilitasi dengan mencarikan konselor yang bisa membimbingnya dengan upah yang diambil dari Baitul Maal/kas negara.
Hal ini menunjukkan kehati-hatian dalam Islam agar tidak memberi hukuman pada orang yang sebenarnya tidak memiliki keinginan melanggar syariat. Juga, Islam dengan kasih sayangnya menuntun orang tersebut berperilaku sesuai jenis kelaminnya. Islam mendorong keluarga, tetangga, masyarakat bahkan negara turut mengambil tanggung jawab dalam mengembalikan seseorang ke kondisi fitrahnya.
Namun bila seseorang terlahir laki-laki, kemudian dengan sengaja bertingkah laku sebagaimana tingkah laku perempuan, berbicara kemayu, berpakaian ala perempuan, maka ia tergolong manusia yang dilaknat Rasulullah. Begitu pula jika terlahir perempuan tapi kemudian bergaya macho, menggagah-gagahkan jalannya, dan berpakaian ala laki-laki. Hendaknya ia segera bertaubat. Jika tidak, Islam memberikan hak kepada pihak yang berwenang (negara) untuk melakukan pengasingan terhadap orang semacam ini.
Dari Ibnu Abbas, ia menuturkan :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi Wassallam telah melaknat pria yang bertingkah laku seperti wanita dan seorang wanita yang bertingkah laku seperti pria.” Rasulullah bersabda “Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.” Ibnu Abbas berkata “Maka Nabi saw pernah mengeluarkan si fulan dan Umar juga pernah mengeluarkan si fulan.” (HR Bukhari)
Kita pasti bisa mengambil hikmah. Tindakan pengasingan ini akan membawa kebaikan pada semua pihak termasuk transgender sendiri. Islam mencegah masyarakat berbuat hal yang sama. Di sisi lain, transgender dikondisikan agar segera bertaubat dan kembali diperbolehkan berinteraksi pada masyarakat. Selain itu, ia dicegah untuk berbuat lebih jauh (homoseksual/liwath) yang merupakan tindakan keji Kaum Sodom yang diadzab Allah sangat pedih (al-A’raaf 80). Rasulullah pun menyuruh kita memberi sanksi yang tegas pada mereka yang telah melampaui batas.
“Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan umat nabi Luth, bunuhlah mereka baik yang mensodomi maupun yang disodomi.” (HR.Ibnu Majah)
Allah tidak membiarkan penyakit masyarakat merajalela dengan segera memutus rantai perilaku homoseksual. Kita telah menyaksikan berbagai kejahatan yang dilakukan oleh mereka. Begitu juga penyakit HIV/AIDS terbukti ditemukan pertama kali pada pelaku homoseksual. Seandainya perintah Rasulullah ini diterapkan, sungguh umat ini akan terlindung dari wabah HIV/AIDS yang menjadi momok saat ini.
Allah memiliki maksud menciptakan manusia dengan dua jenis kelamin beserta seperangkat petunjuk-Nya. Jika kita menjalankan petunjuk itu, maqasid syar’i untuk melestarikan keturunan dan menjaga kehormatan sebagai manusia akan dapat diraih. Sudah sepatutnya kita mengambil kisah Mayang Prasetyo sebagai pelajaran, betapa Allah menyayangi kita dengan melarang kita dari perbuatan yang akan mendatangkan bencana.*
Penulis adalah pemerhati masalah sosial