Oleh: Usmanul Hakim
SIKAP kritis dalam kajian berbagai ilmu yang dilakukan sarjana Barat telah membuahkan banyak hasil. Kemajuan tekhnologi adalah sebagai bukti nyatanya. Namun tidak begitu halnya dalam Islamic studies.
Sikap kristis para orientalis akan mulai bermasalah jika memasuki wilayah Studi Islam terutama Qur’an. Bukan memajukan malah-malah bisa memporak-porandakan sendi-sendi Islam itu sendiri. Dan hasilnya, keasliannya digugat, kesakralannya dimentahkan, hukum hukumnya dibatalkan, bahkan proses kodifikasinyapun dipermasalahkan.
Di antara hal yang paling rawan menjadi sasaran tembak kaum orientalis adalah isu mengenai mushaf Usmani. Mushaf Usmani adalah mushaf yang dilegalkan sebagai satu-satunya mushaf legal di dunia. Namun sebetulnya masih banyak lagi mushaf sahabat lainnya yang akhirnya malah dibakar. Ada apa dengan pembakaran ini? bagaimana keabsahan mushaf sahabat?
Sekilas Sejarah Mushaf Al-Qur’an
Dr. Adnan Muhammad Zarzur dalam Ulumul Qur’an Wa I’jazuhu Wa Taarikhu Taustiqihi menyatakan bahwa tadwinul Qur’an terjadi pada 3 priode.
Pertama, kodifikasi pada zaman Nabi
Pada masa ini nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassallam mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabat dengan cara menghafal. Bahkan qiroah tujuh (sab’ah) seluruhnya bersumber dari nabi sendiri.
Setiap sahabat yang menghafal al-Qur’an langsung menyetorkan hafalannya kepada Rasulullah Shalallallahu ‘Alaihi Wassallam. Dengan begitu hafalan para sahabat telah dikonfirmasi dan dicek kebenarannya oleh Rasulullah. Bukan hanya menghafal, beberapa sahabat juga menulis ayat-ayat al-Qur’an. Penentuan susunan ayat dan surat sudah ditetapkan oleh nabi.
Kedua, zaman Abu Bakar Ashiddiq
Pada masa ini dilakukan pengumpulan al-Qur’an dalam satu mushaf. Sebenarnya Abu Bakar tidak berani melakukan perbuatan yang mana Rasulullah tidak melakukannya, namun Umar dan para sahabat mendesak agar al-Qur’an agar segera diumpulkan. Hal ini dilakukan, mengingat banyaknya korban dalam perang yamamah dan ditakutkan al-Qur’an pun akhirnya punah.
Ketiga, pada zaman Ustman bin Affan
Pada masa ini terjadi banyak penaklukan atas sebagian negara non-Arab, maka muncul berbagai bacaan yang penuh kekeliruan akibat masuknya lisan non Arab pada bacaan Al-Qur’an. Artinya muncul lahn (kekeliruan pengucapan) dalam bacaan Al-Qur’an. Oleh sabab itu, Usman bin Affan r.a. memutuskan untuk melakukan kodifikasi al-Qur’an. Mushaf al-Qur’an yang telah digandakan, dikirim ke berbagai daerah dengan para qurra’ (ahli membaca) sebagai pengajarnya.
Isu seputar Mushaf Usmani
Pembicaraan mengenai mushaf Usmani telah ramai dibicarakan. Para ulama telah membahas secara meyakinkan dalam berbagai buku. As-syuyuti, Ibn Abi Dawud, Zarkasyi adalah contoh dari mereka. Sedangan Dr. Syamsuddin arif, dalam Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran menyebutkan, Thedore Noldeke, Artur Jeffery, John Burton, Christof Luxemberg sebagai deretan para orientalis yang aktif berbicara dalam isu ini.
Ada banyak aspek terakit dengan mushaf Usmani yang dijadikan isu perdebatan. Di antaranya ada 2 isu penting dalam wacana ini. Hal ini sering dijadikan celah untuk menghembuskan keraguan ke dalam dada umat Islam terhadap kitab sucinya .
Pertama, Isu tentang eksistensi mushaf-mushaf sahabat pra-Usmani. Kedua, Peristiwa pembakaran mushaf sahabat selain mushaf Usmani.
Isu tentang eksistensi mushaf-mushaf pra-Usmani.
Tidak dapat dipungkiri tentang eksisnya mushaf-mushaf sahabat. Hal ini terekam salah satunya dalam kitab al-mashahif karya Ibn Abi Dawud. Para orientalis juga bayak merujuk pada kitab ini sebagai bahan utama dalam analisisnya. Adalah Artur Jeferry yang memberikan banyak perhatiannya dalam isu ini dengan ditulisnya buku Materials For The History Of The text Of The Qur’an.
Oleh karena itu tidak berlebihan jika pembahasan ini akan banyak menyoroti pandangannya yang dianggap mewakili para orientalis lainnya.
Artur Jefferi menyebutkan ada berbagai mushaf diataranya ; Mushaf Salim Ibn Ma’qil, Mushaf Umar Ibn khattab, Mushaf Ubai Ibn ka’ab, Mushaf Ibn Mas’ud, Mushaf Ali Ibn Abi Tholib, Mushaf Abu Musa Al-Asy’ary, Mushaf Hafshah bnt Umar, Mushaf Zaid Ibn Tsabit, Mushaf Aisyah bnt Abu Bakar, Mushaf Ummu Salamah, Mushaf Abdullah Ibn ‘Amr, Mushaf Ibn Abbas, Mushaf Ibn Al-Zubair, Mushaf Ubaid Ibn Umair, Mushaf Anas Ibn Malik.
Menurut Taufik Adnan Amal menulis dalam Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an, mushaf-mushaf ini mempunyai peranan penting. Ia dibaca oleh pemiliknya yaitu para sahabat sepeninggal Rasulullah.
Sehingga memungkinan timbulnya variasi dan perbedaan-perbedaan tulisan dan bacaan pada setiap mushaf. Dari sinilah awal mula kritik para orientalis terhadap keabsahan mushaf Usmani secara khusus dan keraguan otentitas al-Qur’an secara umum.
Pemikiran para orientalis dalam wacana ini nyaris seragam. Artur Jeffery, John Burton, maupun Cristhof Luxemberg sebenarnya terpengaruh oleh pendahulunya Theodore Noldeke. Secara umum pandangan orientalis terhadap variasi mushaf sahabat terangkum pada poin berikut:
Masalah vokalisasi
Perbedaan terpenting adalah vokalisasi. Perbedaan vokalisasi dapat saja terjadi pada contoh lafaz تسالون (tanpa titik dan baris), dapat dibaca Tus alun ataupun Tas alun. Tulisan لعب (tabpa titik dan baris) dapat dibaca la’iba, atau la’bun, dan masih banyak contoh lain.
Menurut Artur Jeffery kekurangan tanda titik dalam mushaf berarti merupakan peluang bebas bagi pembaca memberi tanda sendiri sesuai dengan konteks mana yang ia pahami. Menurutnya penggunaan tanda titik dan tanda lainnya amat diperlukan guna menyesuaikan pemahaman sendiri terhadap ayat itu.* (BERSAMBUNG)
Penulis adalah peserta Program Kader Ulama –PKU IX Unida Gontor