Muslimah Haram Menikah dengan Pria Kafir
Dalam tafsirnya, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran [الجامع لأحكام القرآن], Imam Al-Qurthuby ketika menjelaskan ayat 221 surat Al-Baqarah tersebut, beliau mengatakan:
قوله تعالى: {وَلا تَنْكِحُوا} أي لا تزوجوا المسلمة من المشرك. وأجمعت الأمة على أن المشرك لا يطأ المؤمنة بوجه
“Ummat ini telah ber-Ijma’ bahwa seorang laki-laki kafir tidak boleh menikah dengan wanita Muslimah apapun alasannya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 3/72)
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Imam Ibnu Hayyan dalam Kitab Tafsirnya Al-Bahr Al-Muhith [البحر المحيط], beliau mengatakan bahwa memang larang bagi seorang Muslimah menikah dengan laki-laki kahir adalah sebuah Ijma’ yang tidak bisa ganggu gugat lagi. (Tafsir Al-Bahr Al-Muhith 2/175)
Imam Syafi’i, ketika mengomentari ayat 10 surat Al-Mumtahanah itu menjelaskan juga bahwa sudah tidak ada lagi pendapat yang menyelisihi. Semua sepakat bahwa Muslimah tidak dihalalkan bagi laki-laki kafir. Beliau berkata:
فَحَرَّمَ اللَّهُ عز وجل على الْكُفَّارِ نِسَاءَ الْمُؤْمِنِينَ لم يُبِحْ وَاحِدَةً مِنْهُنَّ بِحَالٍ ولم يَخْتَلِفْ أَهْلُ الْعِلْمِ في ذلك
“Maka Allah Subhanahu Wata’ala mengharamkan wanita-wanita Muslimah bagi orang-orang kafir (laki-laki) dan sama sekali tidak membolehkan walaupun satu orang dari wnaita-wanita Muslimah apapun alasannya. Dan tidak ada sama sekali perbedaan pendapat antara ulama dalam hal ini” (Kitab Al-Um 5/153)
Imam Al-Kasaaini [الكاساني] dari kalangan ulama Madzhab Hanafi, dalam kitabnya Bada’i Al-Shona’i [بدائع الصنائع] juga mengutip pendapat yang sama, bahwa jelas larangannya bagi kaum wanita Muslimah dilarang mneikah dengan laki-laki kafir. Beliau berkata:
فَلَا يَجُوزُ إنْكَاحُ الْمُؤْمِنَةِ الْكَافِرَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى { وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حتى يُؤْمِنُوا }
“dilarang menikahkan wanita Muslimah kepada laki-laki non-Muslim, karena ayat larangan ini [dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.] ”
في آخِرِ الْآيَةِ بِقَوْلِهِ عز وجل { أُولَئِكَ يَدْعُونَ إلَى النَّارِ } لِأَنَّهُمْ يَدْعُونَ الْمُؤْمِنَاتِ إلَى الْكُفْرِ وَالدُّعَاءُ إلَى الْكُفْرِ دُعَاءٌ إلَى النَّارِ لِأَنَّ الْكُفْرَ يُوجِبُ النَّارَ
“diakhir ayat, Allah mengatakan: [mereka (orang kafir) mengajak ke neraka], karena mereka mengajakan untuk menjadi kafir. Dan ajakan menjadi kafir ialah ajakan menuju neraka. Karena orang kafir telah pasti untuk mereka adalah neraka.” (Bada’i Al-Shona’i 2/271)
Dalam kitab Al-Syarhu Al-Kabir [الشرح الكبير], kitab fiqih mazdhab Hanbali disebutkan juga bahwa tidak ada perbedaan pendapat antara ulama dalam pelarangan seorang wanita Muslimah yang menikah dengan seorang laki-laki kafir. Beliau berkata:
(ولا يحل لمسلمة نكاح كافر بحال) لقول الله تعالى (ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا) ولقوله سبحانه (لا هن حل لهم) ولا نعلم خلافا في ذلك.
“tidak dihalalkan bagi wanita Muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim, karena ayat larangan ini [dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.] dan juga ayat ini [mereka (wanita-wanita Muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka], dan kami tidak mengetahui adanya perbedaan tentang ini diantara ulama” (Kitab Al-Syarhu Al-Kabir 7/507)
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Jadi jelas bahwa larangan bagi wanita Muslimah untuk menikah dengan laki-laki non-Muslim itu sudah menjadi Ijma’ yang tidak bisa diperselisihkan lagi. Dan memang samapai sekarang juga tidak ada satu pun ulama yang menyelesihi itu.
Hanya segelintir orang dari kalangan Liberal yang mengakui adanya kebolehan menikah beda agama secara mutlak, termasuk wanita Muslimah yang menikah dengan laki-laki Muslim.
Dan tentu saja kita tahu apa yang diinginkan oleh para liberalis itu, tentu mereka hanya ingin membuat ragu-ragu kepada ummat dan mewujudkan sebuah distorsi syariah. Karena memang itu pekerjaan mereka.
Dan pandangan-pandangan mereka dalam hal syariah sama sekali tidak berdasar. Tidak ada landasannya, baik dari Al-Quran dan Sunnah, maupun pendapat sahabat serta para ulama. Wallahu A’lam.*
Penulis salah satu pengelola “Rumah Fiqih Indonesia”