Hidayatullah.com—Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang keharaman bagi siapa saja yang
secara sengaja dan tidak memiliki alasan ilmiah mengubah jenis kelamin
mendapat sambutan. Pakar fikih Dr. Ahmad Zain An Najah, MA menilai,
fatwa yang dikeluarkan MUI tersebut telah ikut menutup adanya bentuk
kerusakan (mafsadah).
“Setidaknya, fatwa itu telah ikut menutup
adanya bentuk-bentuk kerusakan yang akan terjadi di masyarakat, “
ujarnya kepada Hidayatullah.com, Rabu (28/7) siang.
Menurut
Zain, selama ini banyak terjadi di masyarakat beberapa kalangan yang
secara seenaknya mengganti kelamin tanpa adanya alasan yang jelas.
Ia mencontohkan sejumlah artis dan beberapa orang yang “mengganti” bagian tubuhnya hanya karena alasan nafsu.
“Ya
disebut karena nafsu, karena ‘mengganti’ hanya untuk kepingin lebih
cantik, ingin terkenal, atau ingin lebih nyaman saja,“ ujarnya.
Menurut
doktor fikih lulusan Al-Azhar ini, seseorang dapat melakukan operasi
kelamin jika ada alasan medis atau karena ada penyakit yang
membahayakan. It pun, dibolehkan atas atas rekomendasi dari para dokter
muslim yang jujur.
“Jadi tak sekedar dokter biasa, harus dokter muslim yang jujur,“ tambahnya.
Sebab, menurutnya, secara umum, dalam hukum Islam, ‘mengganti’, memotong bagian tubuh itu hukumnya haram.
Meski
demikian, ia menganggap fatwa MUI itu tidak boleh dipukul rata. Sebab
ada orang yang sejak lahir memiliki hormone kewanitaan dan susah
diubah, ada pula pria yang berperilaku kewanita-wanitaan akibat salah
asuh.
Menurut Islam, bagi yang salah asuh, ia harus dikembalikan
dan harus berusaha kembali dalam keadaan asli, alias pria. Sedangkan
bagi yang bawaan, para ulama masih berbeda pendapat dalam penghukuman.
Sebagaimana
diketahui, Selasa (28/7) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan
fatwa haram bagi siapa saja yang secara sengaja dan tidak memiliki
alasan ilmiah mengubah jenis kelamin. MUI bahkan meminta Pemerintah
dan DPR RI membuat aturan hukum terkait dengan praktik operasi ganti
kelamin dan penyempurnaan kelamin.
“Mengubah jenis kelamin yang
dilakukan dengan sengaja misalnya dengan operasi ganti kelamin,
hukumnya haram,” kata Sekretaris Komisi C yang membahas tentang fatwa
Asrorun Ni`am Sholeh di Jakarta, Selasa (27/7)
Berdasarkan hasil
Musyawarah Nasional (Munas) VIII MUI juga diputuskan tidak boleh
menetapkan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi perubahan alat
kelamin, sehingga tidak memiliki implikasi hukum syar`i terkait
perubahan tersebut. [cha/hidayatullah.com]