Hidayatullah.com—Terhitung bulan Januari tahun depan akan semakin banyak warga negara Uni Eropa pemilik catatan kriminal yang dilarang memasuki wilayah Kerajaan Inggris, kata Kementerian Dalam Negeri.
Orang-orang yang divonis satu tahun atau lebih penjara akan ditolak masuk, aturan serupa berlaku untuk warga negara selain dari Uni Eropa.
Sebelumnya untuk melarang mantan narapidana memasuki Inggris, pihak berwenang harus menunjukkan alasan bahwa orang tersebut mengancam keamanan negaranya atau berbahaya bagi masyarakat.
Akan tetapi, ada kekhawatiran apabila Brexit diputuskan tanpa ada kesepakatan maka akan sulit bagi aparat Inggris mengidentifikasi orang asing pemilik catatan kriminal, lapor redaktur dalam negeri BBC Mark Easton Kamis (22/10/2020).
Sejak Inggris resmi keluar dari UE pada Januari tahun ini, dan memasuki masa transisi sebelum benar-benar lepas sepenuhnya dari blok kerja sama regional itu, seorang warga negara Uni Eropa bisa dilarang masuk jika mereka benar-benar nyata merupakan ancaman serius bagi negara dan masyarakat Inggris.
Regulasi yang digodok di Parlemen Inggris hari Kamis kemarin, menetapkan aturan baru ketika periode transisi sudah habis, maka warga UE dan non-UE akan diperlakukan sama.
Terhitung 1 Januari pukul 00:00 tahun depan, Inggris lepas sepenuhnya dari Uni Eropa. Itu artinya:
-Warga negara UE manapun yang divonis penjara sedikitnya 1 tahun dilarang masuk Inggris.
-Warga negara UE yang pernah melakukan tindak pidana di tahun lalu juga dapat dilarang masuk.
-Warga negara UE juga dapat dilarang masuk meskipun mereka dihukum kurang dari 1 tahun penjara tetapi bukti-bukti menunjukkan tindak pidana yang dilakukannya memiliki sejarah atau keterkaitan dengan Inggris.
-Pelaku tindak kejahatan tetapi belum pernah mendekam dalam penjara bisa dilarang masuk bila ada bukti mereka sering terlibat masalah hukum, atau kehadirannya dianggap membahayakan masyarakat Inggris.
-Orang yang terlibat dalam kasus pernikahan palsu juga akan dilarang masuk, demikian pula orang yang pelanggar aturan kepabeanan.
Peraturan baru itu berdampak pula terhadap warga negara Uni Eropa yang tidak memiliki tempat tinggal alias gelandangan. Mereka bisa dideportasi dari Inggris apabila ditolak permohonan bantuannya, misal untuk mendapatkan akomodasi, seperti yang sudah berlaku untuk warga negara non-UE.
Peraturan itu juga dapat diberlakukan terhadap gelandangan pelaku tindak kriminal atau berperilaku anti-sosial, seperti mengemis dengan cara agresif (meminta dengan paksa).
Namun, untuk kasus gelandangan petugas akan memastikan terlebih dahulu bahwa mereka bukan korban dari perdagangan manusia atau perbudakan modern.
Apabila Brexit berakhir tanpa kesepakatan, Inggris terancam kehilangan akses ke European Criminal Records Information System dan database penumpang Uni Eropa. Itu artinya, petugas keamanan Inggris akan sulit memantau kedatangan orang-orang yang memiliki sejarah kriminal.
Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel mengatakan peraturan baru itu akan diberlakukan secara tegas dan adil, memberlakukan semua orang yang memiliki catatan kriminal dari negara manapun, Uni Eropa atau non-Uni Eropa, secara sama.
Bagi warga Uni Eropa yang tinggal di Inggris yang memiliki status keimigrasian berdasarkan EU Settlement Scheme, atau lainnya yang dilindungi oleh Withdrawal Agreement, dikecualikan dari peraturan tersebut.
Akan tetapi Kementerian Dalam Negeri mengatakan, apabila status itu dapat dicabut apabila mereka melakukan tindak kriminal setelah 1 Januari 2021 yang akibatnya dihukum penjara lebih dari 1 tahun.*