Hidayatullah.com– Kelompok peduli hak asasi manusia Amnesty International, hari Jumat (31/3/2023), mendesak pemerintah Kamboja agar menghentikan pengusiran 10.000 keluarga dari tempat tinggal mereka di kawasan kompleks kuil Angkor Wat.
Tahun lalu, pemerintah Kamboja memulai relokasi keluarga yang tinggal di kawasan situs warisan budaya UNESCO itu ke perkampungan baru, yang dibangun di bekas area persawahan berjarak 25 kilometer jauhnya.
Pihak berwenang mengatakan tindakan itu dilakukan guna menyelamatkan kompleks candi kuno tersebut, karena warga yang tinggal di sana merusak lingkungan sekitarnya dengan sampah dan penggunaan air yang berlebihan.
Pemerintah mengatakan warga pindah secara sukarela. Namun, Amnesty mengatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan warga desa diancam jika mereka tidak pergi dari sana. Warga yang disuruh pindah tidak diajak berunding terlebih dahulu dan tidak ada pemberitahuan yang cukup sebelumnya.
“Ini adalah pengusiran terselubung dan dalam skala massal. Masyarakat dipaksa untuk rela dan dibuat ketakutan akan mendapatkan balasan jika mereka tidak pergi atau menentang pemindahan tersebut,” kata Ming Yu Hah, wakil direktur regional Amnesty dalam sebuah pernyataan seperti dilansir AFP.
“Otoritas Kamboja harus segera menghentikan pengusiran paksa ini yang akan menimbulkan risiko kemelaratan bagi ribuan keluarga,” imbuh Ming Yu Hah.
Keluarga yang dipindahkan diberi sebidang tanah berukuran 20 kali 30 meter, uang tunai $350, 30 lembar bahan atap seng dan akses ke kartu kesejahteraan – tetapi mereka harus membangun rumah sendiri.
Kompleks candi Angkor Wat, yang sebagian ditelan pepohonan hutan, merupakan daya tarik wisata utama Kamboja.
Perdana Menteri Hun Sen – yang memimpin pemerintahan kerajaan itu dengan tangan besi selama hampir empat dekade – memperingatkan bahwa Angkor Wat akan ditarik dari daftar warisan dunia UNESCO jika penduduk desa tidak direlokasi.
Pedoman UNESCO mengatakan relokasi harus dilakukan dengan persetujuan penduduk yang bersangkutan, dan masyarakat setempat harus menjadi penerima manfaat utama pariwisata dari situs warisan terkait.
Long Kosal, jubir Apsara National Authority, yang mengelola taman-taman arkeologi di Kamboja, menolak mengomentari pernyataan Amnesty.*