Hidayatullah.com–Kecaman dunia internasional terus bermunculan menanggapi laporan bahwa pemimpin Libya Muammar Qadhafi menggunakan tank, helikopter dan jet tempur untuk memadamkan penentangan serius terhadap pemerintahannya selama 42 tahun itu.
Hampir 300 orang dilaporkan tewas dalam kekerasan di ibukota, Tripoli, dan demonstrasi yang muncul di seluruh negeri telah memasuki minggu kedua.
Daftar desersi pejabat tingkat tinggi bertambah lagi setelah Abdul Fatah Younis, Menteri Dalam Negeri dan seorang jenderal militer, mengumumkan melepaskan jabatannya dan mendukungan “revolusi Februari 17”.
Dalam video yang disiarkan oleh Al Jazeera pada hari Selasa (22/2), ia terlihat duduk di mejanya dan membaca pernyataan sembari mendesak tentara Libya untuk “bergabung dengan orang-orang dan menanggapi tuntutan mereka yang sah”.
Beberapa jam sebelumnya, Qadhafi bersumpah untuk bertempur dan mati sebagai seorang “martir” dalam pidatonya yang panjang selama 75-menit di televisi pemerintah negara Afrika utara itu. “Saya bukan presiden mau mengundurkan diri … Ini negara saya. Muammar bukanlah presiden yang meninggalkan posnya,” katanya.
“Saya belum memerintahkan penggunaan kekuatan, belum memerintahkan satu peluru untuk ditembakkan … Pada saatnya saya melakukannya, semuanya akan terbakar.”
Hanya beberapa menit setelah pidatonya, koresponden Al Jazeera di Kairo melaporkan bahwa Amr Moussa, Ketua Liga Arab, memutuskan menghentikan partisipasi delegasi Libya dalam pertemuan dewan dan semua lembaga-lembaganya.
Di New York Dewan Keamanan pun (22/2) mengadakan pertemuan darurat. Negara-negara Barat mendesak badan PBB itu untuk turun tangan mengakhiri tindakan keras terhadap pengunjuk rasa sipil menentang Qadhafi dan mengutuk serangan yang dilakukan Qadhafi.
Ali al-Essawi, yang mengundurkan diri sebagai duta besar Libya untuk India, mengatakan kepada Al Jazeera pada hari Selasa (22/2) bahwa jet tempur telah digunakan oleh pemerintah untuk membom warga sipil.
Dia mengatakan tembakan-tembakan peluru tajam telah digunakan terhadap pengunjuk rasa, dan orang asing telah disewa untuk berjuang atas nama pemerintah. Ia menyebut kekerasan itu sebagai “pembantaian”, dan mendesak PBB untuk memblokir wilayah udara Libya untuk “melindungi masyarakat sipil”.
Sebelumnya, Ibrahim Dabbashi, wakil duta besar Libya untuk PBB, menuduh Qadhafi melakukan sebuah “genosida terhadap rakyat Libya”.*