Hidayatullah.com—Presiden Recep Tayyip Erdogan mengkritik liputan media internasional yang baru-baru ini mencoba mempengaruhi opini publik melalui artikel dan pemberitaan tentang Pemilihan Umum (Pemilu) di Türkiye yang dilaksanakan hari Ahad, 14 Mei 2023.
“Apa yang dikatakan semua majalah di sampulnya? ‘Erdogan harus pergi.’ (Yang diterbitkan media) Jerman, Prancis, dan Inggris mengatakan demikian. Ada apa denganmu?,” kata Erdogan.
“Bagaimana Anda menempatkan kata-kata ini di sampul majalah ini? Bukan Anda, Barat! Bangsa saya (sendiri) yang memutuskannya,” kata Erdogan di sebuah acara di Istanbul sebagaimana dikutip Yenisafak.
Pernyataannya Erdogan itu muncul setelah majalah Inggris The Economist dianggap menargetkan presiden Turki itu dengan membuat sampul bertuliskan “Selamatkan demokrasi”, “Erdogan harus pergi”, dan “Pilih!”
Majalah French Le Point dan L’Express juga menampilkan sampul anti-Erdogan. Selain serangan media asing kepada Erdogan, proses Pemilu juga diisukan dengan klaim adanya campur tangan Rusia dan Amerika Serikat (AS).
Dalam sebuah ciutan, Erdogan menggambarkan pemilihan presiden dan parlemen hari Ahad sebagai “pesta besar demokrasi” yang dilakukan “dalam damai dan tenang.” Proses pemilihan dianggap menunjukkan “kedewasaan demokrasi” Türkiye, kata Erdogan.
Dia juga mengkritik sikap tergesa-gesa oleh beberapa orang untuk mengumumkan hasil sementara suara, padahal masih proses penghitungan, dengan mengatakan hal ini berarti “merebut keinginan nasional.”
“Sementara Pemilu berlangsung dalam suasana demokrasi yang positif, dan karena suara masih dihitung, terburu-buru mengumumkan hasilnya akan menjadi perampasan kehendak nasional,” katanya.
Tuduhan Campur Tangan Asing
Mengenai klaim pemimpin partai oposisi utama Turki, Kemal Kilicdaroglu, tentang campur tangan Rusia dalam pemilu, Erdogan menampiknya. “(Kilicdaroglu berkata) Rusia memanipulasi pemilu di Türkiye. Malu pada Anda!”
“Jika saya mengatakan ‘Amerika memanipulasi Pemilu di Türkiye, Jerman memanipulasinya, Prancis memanipulasinya, Inggris memanipulasinya’, apa yang akan Anda (Kilicdaroglu) katakan?” tambahnya.
Erdogan mengatakan dia berhubungan dengan negara-negara (yang disebut ini) selama 20 tahun dan bertanya kepada Kilicdaroglu: “Berapa kali Anda datang bersama mereka? Bagaimana Anda mengenal mereka?”
Kilicdaroglu hari Kamis menuduh Rusia berada di balik konten video yang diduga mendiskreditkan calon presiden dalam pemilihan mendatang. “Teman-teman Rusia yang terkasih, Anda berada di balik montase, konspirasi, konten palsu yang dalam, dan rekaman yang diekspos di negara ini kemarin.”
“Jika Anda ingin persahabatan kami berlanjut setelah 15 Mei, lepaskan tangan Anda dari Turki. Kami masih mendukung kerja sama dan persahabatan,” kata Kilicdaroglu melalui akun Twitter.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov hari Jumat menolak tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa tidak mungkin ada campur tangan Rusia dalam pemilu Turki, dan “mereka yang menyebarkan desas-desus seperti itu adalah pembohong.”
Rusia menghargai hubungan dengan Türkiye karena mengambil “posisi yang sangat bertanggung jawab, berdaulat, dan bijaksana,” tambahnya.
Seperti diketahui, Turki menuju pemilihan presiden putaran kedua setelah Presiden Tayyip Erdogan mengungguli proyeksi dalam pemilihan hari Ahad. Erdogan yang berusaha memperpanjang kekuasaannya selama dua dekade, memimpin jumlah perolehan suara cukup besar atas saingannya, tetapi gagal mencapai suara mayoritas.
Baik Erdogan maupun saingannya Kemal Kilicdaroglu tidak memenuhi ambang batas 50% yang diperlukan untuk menghindari putaran kedua. Kemenangan salah satu kandidat akan menentukan nasib Turki di masa depan. Apakah negara anggota NATO berpenduduk 85 juta jiwa ini tetap ke jalur demokrasi yang lebih dekat dengan Islam, atau kembali ke negara sekuler di bawah bayang-bayang Kemal Attaturk.*