Hidayatullah.com—Sebanyak 32 negara secara aklamasi menentang insiden penistaan dan pembakaran Al-Quran di beberapa negara termasuk Swedia dan Denmark, sehingga menghimbau pihak terkait untuk tidak mengulangi kejadian tersebut di masa mendatang.
Hal tersebut disampaikan melalui Sidang Luar Biasa ke-18 Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Tentang Tindak Pidana Penghinaan dan Pembakaran Al-Quran Berulang di Swedia dan Denmark.
Pertemuan dilakukan secara daring dan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Republik Mauritania, Mohamed Salem Ould Merzoug selaku Ketua Dewan Menteri Luar Negeri OKI selain dihadiri oleh 57 negara OKI.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan dari Kantor PBB di Jenewa, OKI menganggap tindakan penodaan Al-Quran sebagai “serangan terhadap semua Muslim.”
OKI selanjutnya meminta Denmark untuk menegakkan tanggung jawabnya di bawah hukum internasional dan untuk bertindak atas keputusan yang diambil selama Sidang Biasa ke-53 Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang bertujuan mengatasi dan memerangi kebencian agama.
Dalam sidang yang digelar secara virtual ini Khalifa Shaheen Al Marar, Menteri Negara UEA,yang memimpin delegasi menyampaikan yang menekankan bahwa mencerminkan keyakinan kuat negara akan pentingnya menghormati simbol dan kesucian agama.
UEA mengutuk keras tindakan apa pun yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan moral, termasuk pembakaran dan penodaan salinan Al-Quran. Dia mendesak semua negara di dunia untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah terulangnya tindakan ofensif seperti itu, yang mengganggu stabilitas keamanan, mempromosikan kebencian, dan memicu ekstremisme.
Dia menekankan, “Kegagalan pihak berwenang di Swedia dan Denmark untuk mengatasi tindakan provokatif ini merupakan pelanggaran terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2686 (2023), yang diadopsi dengan suara bulat oleh negara-negara anggota pada 14 Juni 2023, mengenai toleransi, perdamaian dan keamanan internasional.”
Dalam pertemuan ini, Dewan Kementrian Luar Negeri Malaysia menyetujui sebuah resolusi yang menangani insiden berulang penodaan dan pembakaran Al-Quran di Swedia dan Denmark. Selain itu, Dewan mengeluarkan pernyataan mengecam penyerbuan Masjid Al Aqsha oleh pejabat pemerintah penjajah ‘Israel’.
“Malaysia menekankan pentingnya prinsip-prinsip universal dalam menghormati agama dan kitab suci dan juga menyerukan semua pihak untuk bergandengan tangan menangani isu Islamofobia,” Wakil Menteri Luar Negeri Datuk Mohamad Alamin yang juga menyampaikan pernyataan.
“Untuk menampilkan citra Islam yang sebenarnya sebagai agama yang membawa pesan perdamaian, kesederhanaan dan toleransi,” ujarnya.
Sikap Indonesia
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, dalam jumpa pers pada Selasa (1/8/2023) mengatakan Indonesia menegaskan bahwa tindakan membakar Al-Quran tidak bisa dilakukan dengan dalih ‘kebebasan berpendapat’ dan ‘kebebasan berekspresi’.
“Kebebasan berpendapat tidaklah boleh kemudian mencederai perasaan mereka atau mencederai mereka yang memiliki kedekatan atau memiliki penghormatan terhadap kitab-kitab suci yang sakral sifatnya,” ujar Faizasyah.
Dalam pertemuan tersebut, kata Faizasyah, negara anggota OKI yang mayoritas penduduknya muslim menegaskan kembali posisi bersama mereka untuk mencari solusi agar penistaan kitab suci Al-Quran tidak terus berlanjut.
Dalam pertemuan itu, OKI menyatakan bahwa ‘Resolusi tentang Kejahatan Berulang Penodaan dan Pembakaran Salinan al-Mus’haf ash-Sharif (Al-Quran) di Kerajaan Swedia dan Kerajaan Denmark Disetujui oleh Sidang Luar Biasa Ke-18 Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Kerja Sama Islam’.*