Hidayatullah.com—Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menambah anggaran pendidikan guna memperkuat riset dan mengejar rasio penduduk Indonesia berpendidikan strata 2 (S2) dan strata 3 (S3) yang masih sangat rendah.
Jokowi mengatakan rasio penduduk berpendidikan S2 dan S3 di Indonesia hanya 0,4%. Jokowi mengaku kaget dengan data rasio jumlah lulusan S2 dan S3 Indonesia terhadap penduduk produktif.
Dia menyebut Indonesia kalah dari Malaysia dan Vietnam. Ia menyebut negara tetangga sudah 2,43%, adapun negara maju sudah 9,8%.
Jokowi menyebut rasio lulusan S2 dan S3 terhadap penduduk produktif di Malaysia dan Vietnam mencapai lima kali lipat dari Indonesia. “Saya kaget Indonesia di angka 0,45 persen. Negara tetangga kita, Vietnam dan Malaysia, sudah di angka 2,43 persen. Negara maju 9,8 persen. Jauh sekali,” kata Jokowi pada pembukaan Konvensi Kampus XXIX dan Temu Tahunan Forum Rektor Indonesia di Surabaya, Senin (15/1/2024).
“Ini jauh sekali. Saya minggu ini rapat dan mengambil kebijakan untuk mengejar ketinggalan. Tidak tahu anggaran dari mana, tetapi kami carikan agar S2, S3, usia produktif bisa naik drastis. Karena ini kejauhan sekali,” ujar Presiden Jokowi.
Untuk riset, Presiden Jokowi akan memerintahkan Badan Riset dan Inivasi Nasional (BRIN) untuk menjadi orkestrator penelitian bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merancang kebutuhan riset guna menjawab tantangan serta memanfaatkan peluang yang ada .
Hal terpenting, Jokowi mengatakan kuncinya ada di perguruan tinggi bukan di BRIN. “Itu yang harus mulai digeser bahwa orkestrator boleh BRIN, tetapi perguruan tinggi peran untuk research and development-nya harus diperkuat,” katanya.
Dengan begitu, anggaran untuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim akan diperbesar.
“Tidak apa-apa dimulai tahun ini. Nanti kan ganti presiden. Dimulai dulu yang gede, jadi presiden akan datang mau tidak mau melanjutkan. Entah itu 01, 02, atau 03, tetapi dimulai dulu,” katanya.
“Tidak mungkin kalau Pak Nadiem menambahkan, Presiden kemudian memotong tidak akan berani. Karena peluang ke depan untuk ekonomi hijau dan biru. Kami butuh teknologi smart farming, butuh teknologi bio energi, fast computing, fast analys yang ini memang semuanya harus segera kita siapkan,” ujar Presiden Jokowi.
Menurutnya, dalam peradaban sebuah negara diberi peluang sekali untuk menjadi negara maju dan Indonesia diberi bonus demografi. “Begitu kita tidak bisa memanfaatkan itu seperti negara Amerika Latin pada 1950-1960 diberikan peluang tidak bisa memanfaatkan, akhirnya sampai saat ini masih jadi negara berkembang, malah turun jadi negara miskin, karena tidak memanfaatkan peluang yang diberikan. Dan terjebak middle income trap,” kata Jokowi.
Karena itu, lanjutnya, peran perguruan tinggi harus dioptimalkan. Peringkat perguruan tinggi harus terus diperbaiki berdasarkan QS World. “Yang peringkatnya 200 ke atas masih kecil sekali. Inilah pekerjaan besar. Meskipun sudah disampaikan oleh Profesor Mohammad Nasih keluhan yang ada. Saya senang blak-blakan seperti itu. Tetapi sudah saya catat dan akan kami bicarakan,” ujar Jokowi.
Dia memahami semua upaya itu butuh biaya di tengah fiskal negara. Menurutnya, SDM adalah kunci.
Untuk itu pembiayaan harus diupayakan bukan hanya APBN dan ABPD tapi juga dana abadi, termasuk menghubungkan dengan industri.
“APBN untuk pendidikan periode 2009-2024 mencapai Rp6.400 triliun. Dana abadi LPDP, saat dibuka Rp1 triliun, di 2023 mencapai Rp139 triliun. Jumlah penerima beasiswa meningkat tujuh kali lipat. Tetapi masih jauh dan kurang. Perlu ditingkatkan 5 kali lipat,” ucap dia.
Kepala negara pun mengajak perguruan tinggi menguatkan kolaborasi dan sinergi melahirkan solusi untuk kemajuan negara Indonesia.*