Hidayatullah.com—Fauzan Arrasyid Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia (Jubir SHI) mengatakan bahwa pihaknya meminta kenaikan tunjangan jabatan sebesar 142 persen, dari tunjangan hakim pada tahun 2012.
Menurut Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) kesejahteraan mereka dianggap tidak memadai dan berpotensi mengurangi semangat kerja yang dapat mempengaruhi integritas mereka dalam menjalankan tugas.
“Tuntutan kami adalah tunjangan jabatan 142 persen dari tunjangan hakim pada tahun 2012,” ucap Fauzan dalam audiensi yang digelar di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (7/10/2024) dilansir Antara.
SHI menyampaikan tuntutan ini di hadapan Pimpinan DPR RI dalam rapat audiensi di ruang rapat komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (8/10/2024).
Salah satu tuntutan utama yang diajukan adalah perubahan Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2012 yang mengatur hak keuangan dan fasilitas hakim. Menurut mereka PP Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah MA belum direvisi.
“Saya kira angka ini menjadi angka yang wajar, mengingat 12 tahun tidak ada perubahan,” ucap dia.
Selain itu, kenaikan tunjangan jabatan juga harus disesuaikan dengan profil daerah tempat hakim bertugas. Fauzan menyebut SHI memperjuangkan hakim yang berada di pengadilan tingkat pertama kelas II.
“Karena yang paling terdampak hari ini adalah hakim-hakim di tingkat kelas II, yang notabenenya berada di tingkat kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Jadi, kami ini hakim-hakim di SHI, konsentrasinya adalah untuk memperjuangkan hak-hak hakim di kelas II, bukan di kelas I ataupun di tingkat banding,” tambah Fauzan waktu ditemui usai audiensi itu.
Dalam audiensi, Koordinator SHI di DPR Rangga Lukita Desnata menilai gaji para hakim seperti uang jajan anak sulung artis Raffi Ahmad, Rafathar Malik Ahmad.
“Untuk sejahtera, kami kelayakan hidup, gaji kami saat ini itu bisa jadi kayak uang jajan Rafathar tiga hari,” kata Rangga Lukita Desnata diunggah kalan YouTube TVParleman.
Ia menegaskan, jika para hakim tak menuntut gaji yang besar atau fantastis. Namun, ia berharap pemerintah bisa memperhatikan keadilan dan kesejahteraannya.
“Kami enggak minta tinggi-tinggi seperti komisaris Pertamina, tidak pak, seperti Dirut Mandiri, enggak minta pak,” katanya.
Lebih lanjut, adapun keluhan yang disampaikan itu karena menganggap gaji dan tunjangan yang diterima tak mencukupi. Apalagi bagi hakim yang sudah berkeluarga.
“Sedangkan kami punya tanggungan anak, istri. Belum lagi tanggungan orang tua dan sebagainya,” katanya.
Forum audiensi yang dihadiri pimpinan MA, Komisi Yudisial, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), serta perwakilan Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) itu, SHI menyampaikan empat tuntutan.
Pertama, mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012; kedua, mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim kembali didiskusikan; ketiga, RUU Contempt of Court atau Penghinaan terhadap Pengadilan dapat segera diwujudkan; keempat, meminta adanya peraturan pemerintah yang menjamin keamanan keluarga hakim.
SHI ingin segala hal mengenai hakim diatur jelas oleh Negara. Namun, kata dia, kesejahteraan tidak cukup memastikan hakim untuk berintegritas sehingga perlu penegasan aturan lainnya.
“Jadi, kami pengin paket komplet, tidak hanya tentang bicara kesejahteraan. Sistem pengawasan, penjagaan integritas, rekrutmen, status jabatan hakim itu juga harus diselesaikan karena tidak mungkin parsial,” tutur dia.
Sebagai informasi, hari ini, SHI beraudiensi di MA serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian Selasa (8/10/2024) besok, Fauzan mengatakan bahwa pihaknya akan bertemu dengan DPR RI untuk membicarakan pokok tuntutan yang sama.
“Fokusnya tetap empat poin utama tuntutan kami yang tadi sudah kami sebutkan juga. Tidak keluar dari itu,” katanya.*