Hidayatullah.com– Netumbo Nandi-Ndaitwah dari partai pemerintah SWAPO mendulang dukungan 57 persen dalam perhitungan suara pemilihan presiden Namibia, demikian diumumkan oleh komisi pemilu hari Selasa (3/12/2024). Menjadikan politisi itu sebagai wanita pertama yang menjadi presiden Namibia.
Dengan hasil tersebut artinya putaran kedua tidak diperlukan.
“Bangsa Namibia sudah memilih untuk perdamaian dan stabilitas,” kata Nandi-Ndaitwah, usai dinyatakan sebagai presiden terpilih, lansir DW.
Menurut pengumuman komisi pemilu, suara terbanyak kedua diraih oleh Panduleni Itula yang merupakan capres dari partai Independent Patriots for Change (IPC) dengan 26% dukungan.
Itula dan IPC mengatakan akan menggugat hasil perhitungan suara yang ditudingnya terdapat kecurangan.
Komisi pemilu mengatakan dari jumlah pemilih terdaftar hampir 1,5 juta orang yang menggunakan hak pilihnya mencapai 77%.
Sebelum waktu pemilihan, Nandi-Ndaitwah yang saat ini menjabat wakil presiden sudah diunggulkan sebagai kandidat presiden dari SWAPO, partai yang mendominasi politik Namibia sejak bekas koloni Jerman itu melepaskan diri dari Afrika Selatan pada 1990.
Setelah memegang berbagai jabatan di pemerintahan termasuk menteri luar negeri, Nandi-Ndaitwah, yang berusia 71 tahun, menjadi sosok yang dikenal baik di dalam maupun luar negeri.
Dalam pemilu yang digelar pada 27 November itu, rakyat Namibia juga memiliki wakil-wakilnya di parlemen.
SWAPO (South West Africa People’s Organization) memenangkan 51 dari 96 kursi yang diperebutkan dan kembali pemerintahan, sementara IPC mendapatkan 20 kursi dan memilih untuk menjadi oposisi.
Proses pemilu diwarnai berbagai masalah teknis, termasuk kekurangan surat suara, sehingga pemilihan di sejumlah tempat tertunda.
IPC menuduh hal tersebut disengaja dan pekan lalu Itula mengatakan pihaknya tidak menerima hasil perhitungan disebabkan “terlalu banyak ketidakberesan”.
Pelaksanaan pemilu dipantau juga di Berlin, karena Jerman dan Namibia memiliki kesepakatan rekonsiliasi era kolonia, serta kerja sama baru bernama Hyphen Project, di mana mulai tahun 2028 Jerman akan mengimpor hidrogen dalam jumlah besar dari negara bekas jajahannya tersebut.*