Hidayatullah.com—Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta semua pihak menahan diri dan tidak terpancing provokasi, imbas polemik pernyataan Fuad Riyadi alias Fuad Plered yang dinilai menghina Habib Idrus bin Salim Aljufri alias Guru Tua.
“Ini kan sama-sama umat Islam, sesama umat Nabi Muhammad jadi harus bisa menahan diri. Jangan saling menjatuhkan dan saling menyerang,” kata Ketua PBNU Ahmad Fahrurrozi dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Menurut Gus Fahrur, perbedaan pendapat bisa diselesaikan dengan mudah asal semuanya bisa menahan diri dengan kepala dingin.
Pengasuh pesantren An-Nur Bululawang, Malang ini mengatakan, upaya pecah belah, adu domba, dan provokasi sesama anak bangsa dalam kaitan isu nasab Habaib dan Walisongo juga harus dihentikan.
“Ini harus dihentikan dan dicegah, karena sesungguhnya para kiai, ulama, dan Habaib adalah sesama tokoh agama Islam yang berperan penting dalam dakwah Islam di Indonesia sejak zaman dahulu, sekarang dan meneruskan perjuangan Walisongo,” kata Gus Fahrur menanggapi polemic pernyataan pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Fatihah di Pleret, Bantul, Yogyakarta tersebut.
Umat Islam Indonesia juga, kata Gus Fahrur, telah menjadi contoh dunia bagi perdamaian dan persaudaraan antarpemeluk agama.
Menurut dia, apabila terdapat perselisihan hendaknya dapat dilakukan musyawarah dan mufakat sesuai ajaran mulia Rasulullah SWT.
“Jika diperlukan dapat dilakukan proses secara hukum yang berlaku di negara Indonesia, bukan debat di publik yang berujung saling mengancam dan menghina,” kata dia.
Sebelumnya, polemik ini berawal dari usulan gelar pahlawan nasional kepada Guru Tua yakni Habib Idrus bin Salim Aljufri sekaligus pendiri Alkhairaat. Usulan tersebut direspon oleh Pengasuh Ponpes Roudlotul Fatihah Fuad Riyadi (Fuad Plered).
Fuad menganggap usulan gelar Pahlawan kepada Guru Tua tidak memiliki nilai historis serta sosoknya dinilai tidak memiliki kontribusi signifikan terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ia pun melontarkan kata “monyet” yang oleh banyak pihak kata tersebut dialamatkan kepada Guru Tua. Tak lama kemudian, Fuad langsung mengklarifikasi ucapannya tersebut.
Polemik antara Gus Fuad Plered dan Guru Tua, Habib Idrus bin Salim Aljufri, bermula dari pernyataan kontroversial Fuad terkait usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Guru Tua.
Fuad menyatakan bahwa Guru Tua tidak memiliki kontribusi signifikan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, sehingga tidak layak menerima gelar tersebut. Dalam pernyataannya, ia menggunakan istilah “monyet” dan “pengkhianat”, yang oleh banyak pihak dianggap merujuk pada Guru Tua
Pernyataan ini memicu kecaman luas, terutama dari keluarga besar Alkhairaat dan masyarakat Sulawesi Tengah. Sebagai respons, Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu menggelar sidang adat dan menjatuhkan sanksi kepada Gus Fuad. Sanksi tersebut meliputi denda adat berupa lima ekor kerbau, lima lembar kain kafan, lima bilah kelewang adat, serta sejumlah barang adat lainnya .
Fuad telah menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf atas ucapannya. Namun, permintaan maaf tersebut dinilai belum cukup untuk meredakan ketegangan.*