Hidayatullah.com—Jum’at lalu, 9 Juni 2023, dengan mengendarai sepeda motor kesayangan saya berangkat dari Cipinang, Jakarta Timur menuju Depok, tepatnya di Pesantren Hidayatullah Depok sebagai titik kumpul rombongan yang akan goes to Kampung Mualaf Baduy di Lebak, Banten.
Sebagai jurnalis, ini adalah kali pertama saya ke Baduy. Sebelumnya tidak pernah sama sekali, hanya mendengar cerita tentang Baduy.
Dalam imajinasi saya, kehidupan di Baduy masih sangat primitif, berada jauh di tengah hutan, dan tidak ada penataan perkampungannya. Kira-kira pukul 2 siang, mobil mulai berjalan meninggalkan kampus Hidayatullah Depok.
Perjalanan lancar tanpa hambatan yang berarti. Maghrib menyapa, tidak lupa kami berhenti shalat dan menikmati pecel ayam di pinggir jalan untuk mengisi amunisi tubuh.
Kegelapan malam hutan Lebak menyambut kedatangan. Mobil berhenti, tidak ada lagi akses jalan yang memadai untuk roda empat. Namun perjalanan belum usai. Kami berjalan kaki di atas jalan tanah menembus malam, membelah hutan Lebak, habitat asli warga suku Baduy.
Kampung Islam
Akhirnya, malam itu rombongan sampai di Kampung Mualaf Baduy. Saya langsung terkesima. Ternyata kawasannya tertata rapi.
Ada 2 bangunan rumah panggung yang dibangun kokoh dan di sampingnya ada 2 saung yang dibangun indah dengan sentuhan seni khas Baduy.
Tanaman di sekeliling rumah juga sangat rapi. Di temaram malam, seorang teman berucap “Ini tanaman apa ya? Kayak bawang, rapi dan subur banget,” ungkapnya tatkala melihat berjejer rapi dan cukup luasnya tanaman tersebut di sekeliling rumah dan saung.

Selain itu, di bagian belakang rumah, dengan terbatasnya pencahayaan malam itu sebagaimana di tengah hutan, terlihat hamparan kebun singkong yang juga ditanam rapi dan subur. Malam itu saya tidak sabar menunggu matahari terbit. Ingin melihat lebih jelas dan lebih dekat.
Malam berbulan terang menghilang, berganti mentari pagi yang mulai naik dan menyinari bumi. Kawasan tempat bermalam terlihat lebih jelas, embun bening di dedaunan turun perlahan.
Ternyata, tanaman yang disebut bawang oleh seorang teman sebelumnya bukanlah bawang, melainkan rumput khusus pakan ternak yang sengaja ditanam dan tumbuh subur.
Salah satu pengurus Baitul Mal Hidayatullah (BMH), Roni, menjelaskan bahwa bangunan panggung yang dibangun rapi dan kokoh tempat kami bermalam tersebut dibangun langsung oleh BMH Pusat dan disiapkan menjadi pesantren di komplek Kampung Mualaf Baduy.
Pagi itu, setelah shalat subuh, Imam Nawawi (Kepala Humas BMH Pusat) membuka halaqah dan kami mendengarkan cerita serta sharing pengalaman tentang Kampung Mualaf Baduy. Setelah bercerita, Ustadz Suprianto, seorang dai binaan BMH yang memimpin pengelolaan Kampung Mualaf Baduy ini langsung mengajak kami sarapan di rumahnya.
Sembari menikmati kopi, lontong, goreng pisang dan bakwan yang terhidang hangat dalam jamuan sarapan pagi itu, obrolan tentang kampung ini berlanjut.
Imam Nawawi menuturkan bahwa BMH dulunya sudah sering mengadakan program kurban di daerah Baduy bahkan sampai di Baduy dalam, tetapi Kampung Mualaf Baduy ini belum ada.
“Kampung ini mulai dibangun BMH pada tahun 2019 setelah tanah wakaf di sini dipercayakan kepada BMH pengelolaannya. Kita bangun 40 rumah dan langsung membangun masjid juga. Disamping tanah wakaf ini ada tanah yang kita beli untuk menjadi lahan pesantren,” tutur Kepala Humas BMH yang sangat aktif menulis di laman masimamnawawi.com ini.
Menata Kehidupan Masyarakat
Kegiatan utama safari kami ke Baduy ialah Konferensi Pers launching Lumbung Ternak BMH dalam rangka menyambut hari raya kurban 1444 H. Setelah acara inti ini selesai di hari Sabtu, 10 Juni 2023, kami diajak untuk berkeliling (cluster tour) melihat ragam sudut seantero Kampung Mualaf Baduy.
Pertama-tama, rombongan menuju kandang ternak. Dengan jalan sedikit menurun membelah kebun rumput ternak yang subur, di bagian bawah bukit, terdapat kandang berisi 30 ekor domba yang sudah dikembangkan dan siap untuk dikurbankan tahun ini untuk masyarakat Baduy.
Kawasan Lumbung Ternak BMH ini didesain menjadi ekosistem utuh habitat hewan ternak. Sehingga, semua kebutuhan hewan ternak bisa terpenuhi.
Lumbung Ternak ini merupakan program pemberdayaan masyarakat, sehingga pengelolanya ialah warga Kampung Mualaf Baduy sendiri di bawah asuhan ustadz Suprianto.
Ustadz Suprianto menjelaskan bahwa Kampung Mualaf Baduy memang memiliki potensi yang bagus untuk membangun peternakan, mulai dari lahan yang cukup luas hingga Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia.
“Dari awal kampung ini sudah berpotensi untuk jadi kawasan peternakan. Pertama, lahan cukup luas. Jadi bisa juga langsung untuk menanam pakan ternaknya dan kotoran ternak kita juga olah langsung menjadi pupuk,” ujarnya.
Menariknya, menurut ustadz Suprianto, program Lumbung Ternak BMH akan menjadi sumber ekonomi sekaligus wasilah mendekatkan mualaf dengan masjid.
Lokasi Lumbung Ternak yang berada di dalam komplek Kampung Mualaf Baduy, sehingga jaraknya sangat dekat dengan masjid dan mualaf di kampung ini tidak perlu lagi bekerja ke tengah hutan yang jauh.
“Biasanya ke hutan 2 sampai 3 hari baru balik, sekarang sudah selalu dekat masjid. Bekerja adalah kebutuhan, sedangkan beribadah adalah tujuan. Di sinilah amal ladang kita semua, ladang dunia akhirat, ini yang saya sampaikan ke para mualaf,” jelas pria asal Banten ini.
Rombongan kembali berjalan membelah kebun rumput. Kali ini menuju rumah-rumah warga mualaf. Kami disambut dengan gerbang yang bertuliskan: “Selamat Datang di Cluster Muallaf Baduy.” Setelah melewati gerbang ini, berjejer rapi rumah-rumah yang saling berhadapan layaknya cluster.
Di depan setiap rumah, terabadikan logo BMH dan nama orang. Ketika ditanya, Direktur Utama BMH, Supendi, tentang siapa orang yang namanya tercatut di depan rumah, ia menjawab, “Itu nama donatur yang ikut membangun rumah,” ungkapnya.
Jadi, BMH tidak hanya mengabadikan dirinya, tetapi juga orang-orang baik yang ada dalam perjuangan dakwah bersama BMH.
Saya betul-betul salut dengan BMH. BMH tidak asal bangun atau hanya sekadar membangun lalu dilepas atau ditinggalkan. BMH juga tidak sekadar menjalankan program atau menghambur uang dari umat di sana-sini lalu membuat laporan donasi sudah disalurkan, tetapi BMH ada desain pembangunan umat yang rapi dan futuristik.
Selama ini, BMH dikenal banyak membantu pendidikan gratis bagi kalangan yatim-dhuafa di berbagai pesantren, mengirim banyak da’I ke daerah-daerah pedalaman untuk mendakwahkan Islam serta menyalurkan bantuan-bantuan lainnya kepada masyarakat.
Saya baru tau, ternyata BMH tidak cuma datang membantu, tetapi datang membangun dan menciptakan peradaban. Bahkan, membangun langsung peradaban Islam di tengah hutan, ini luar biasa. Saya ingin turut menjadi saksi, Kampung Mualaf Baduy ini, bukti dan bakti nyata BMH membangun Indonesia.*/kiriman Rizki Ulfahadi