Hidayatullah.com–Setelah dua hari sebelumnya menjadi salah satu panelis dalam acara peluncuran dan bedah buku Rihlah Ilmiah karya Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud di Kuala Lumpur dan di tengah-tengah aktivitas yang padat, peneliti INSITSTS yang juga penulis produktif, Dr. Adian Husaini, . menyempatkan diri bersilaturahmi dengan mahasiswa/i International Islamic University Malaysia (IIUM) di kampus utama IIUM Gombak.
Acara silaturahmi yang diselenggarakan pada hari Sabtu (28/04/2012) oleh Islamic Studies Forum for Indonesia (ISFI) bekerja sama dengan Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Gontor cabang Malaysia dan Indonesian Student Society of INSTED (Institute of Education) (ISSI) diisi dengan bincang-bincang yang mengambil bertema “Tantangan Pemikiran Kontemporer”.
Dalam paparannya, Adian menjelaskan tantangan pemikiran kontemporer yang dihadapai umat Islam saat ini. Yang pertama adalah materialisme. Dalam pandangan Islam, materialisme sama dengan al-wahn yakni hubbun dunya wa karohiyatul maut (cinta dunia dan benci mati). Jika individu, organisasi, lembaga-lembaga dan partai-partai Islam telah terjangkiti penyakit al-wahn maka ada beberapa dampak negative. “Organisasi dan lembaga Islam, dan umat Islam mengalami kehancuran, musuh-musuh Islam tidak takut pada umat Islam, umat Islam meskipun dari segi kuantitas banyak tapi tidak berdaya dan menjadi rebutan musuh-musuh Islam layaknya hidangan,” ujarnya di hadapan para mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Malaysia.
Menurut Adian, kondisi umat Islam di jaman modern ini yang terjangkiti penyakit al-wahn telah diramal oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wassallam.
Sedangkan solusi untuk memerangi materialisme yang harus dilakukan setiap pribadi Muslim adalah melakukan jihad melawan hawa nafsu hingga menjadi pribadi yang ikhlas dalam menuntut ilmu, mengajar Islam, berdakwah dan berjuang tanpa mengharapkan imbalan materi meskipun menjadi menjadi kewajiban bagi pemerintah, lembaga dan organisasi Islam dan orang-orang kaya Muslim untuk memperhatikan kebutuhan hidup para penuntut ilmu, da’i dan pejuang Islam.
Pemikiran kontemporer lain yang menjadi tantangan bagi umat Islam menurut Adian adalah pluralisme dan feminisme.
“Pluralisme adalah pertarungan hidup mati bagi umat Islam untuk mempertahankan aqidah. Para pendukung pluralisme pun juga hidup mati memperjuangkan pluralisme.”
Adian membandingkan dengan wanita-wanita jaman dahulu yang tidak merasa tertindas karena yakin apa yang mereka kerjakan semuanya berunsur ibadah. Sementara dengan lahirnya pemikiran feminisme semuanya berbalik.
“Orang dulu tidak ada wanita dan ibu yang merasa tertindas karena mereka yakin apa yang mereka lakukan untuk keluarga, anak dan suami adalah ibadah.”
Karenanya, menurut Adian, jika memang wanita jaman sekarang tertindas, solusinya bukanlah kesetaraan dan keadilan gender tapi pemberdayaan wanita.
Nah, tantangan-tantangan pemikiran kontemporer seperti ini, haruslah menjadi peluang bagi umat Islam untuk bangkit.
“Menurut saya hukumnya fardhu ‘ain untuk belajar pemikiran kontemporer”. Selain itu, fardhu ‘ain (wajib) hukumnya bagi setiap Muslim mempelajari pemikiran-pemikiran kontemporer seperti liberalisme-sekularisme beserta turunannya agar dapat membentengi dan menyelamatkan diri sendiri dan anggota keluarganya dari pengaruh-pengaruhnya dan dari api neraka.
Saat ini pemikiran-pemikiran kontemporer melalui berbagai media tidak dapat ditolak telah merasuk kedalam banyak sendi kehidupan.
Meskipun diskusi ini memakan waktu 2 jam, para peserta dengan seksama menyimak hingga akhir. Selain pemikiran-pemikiran kontemporer, Adian juga menjawab pernyataan para audience seputar kasus Syi’ah di Sampang hingga keluarnya fatwa sesat Syi’ah dari MUI Jatim yang didukung oleh PWNU dan para alim ulama Jatim juga pendirian MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia) hingga hal-hal yang disepakati bersama di antara personal MIUMI, gerakan feminisme hingga RUU KKG.
Para peserta Nampak antusias, Bahkan ada mahasiswa dari Pinang yang tidak dapat hadir dalam acara itu mengharapkan kepada panitia untuk mengirimkan resume acara diskusi.
Salah satu peserta, Ahmad Rasikh (mahasiwa S1 jurusan Fiqh IIUM) mengungkapkan kesannya. Dia sangat terinspirasi oleh penjelasan-penjelasan Adian terutama pengalaman hidup beliau.
Acara kemudian ditutup dengan, penyerahan kenang-kenangan dan foto bersama. Setelah itu makan siang bersama yang antara lain dihadiri oleh Dr. Syamsuddin Arif dan beberapa anggota ISFI di rumah Ustadz Nasirul Haq, anggota Dewan Syuro Hidayatullah yang kini sedang menempuh studi S3 di IIUM.*/Abdullah al-Mustofa, koresponden hidayatullah.com