Hidayatullah.com—Bertempat di Aula Mi’raj Tours & Travel, Bandung. Selasa (28/04/2015), perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) #IndonesiaTanpaJIL Bandung membahas masalah hermeneutika.
“Dekonstruksi Wahyu” menjadi topik pembahasan dalam perkuliahan kali ini, yang disampaikan oleh Dr. Nasruddin Syarief.
Mengawali kuliahnya, Nashruddin mengemukakan doktrin Hermeneutika yang menyatakan bahwa mustahil firman dari langit itu utuh sampai ke bumi.
“Hermeneutika mengandung doktrin bahwa ayat suci yang turun dari langit mustahil tidak dirusak oleh campur tangan penduduk bumi. Artinya, mustahil firman langit itu utuh sampai ke bumi dalam bentuk aslinya,” ujar Nashruddin.
Nashruddin mengemukakan sejumlah teori dari para pengusung hermeneutika.
“Menurut Komaruddin Hidayat, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah, pemahaman tentang Al-Qur’an harus dipahami dari dua aspek, yaitu aspek teologi, yaitu bahwa Al-Qur’an itu adalah wahyu Allah, dan aspek historis-linguistik, yaitu bahwa Al-Qur’an berbahasa Arab, Al-Qur’an buatan Muhammad dan bangsa Arab,” jelasnya.
“Pemahaman seperti ini muncul karena doktrin hermeneutika yang mengasumsikan bahwa jika sesuatu itu berbahasa maka itu buatan manusia,” tambah Nashruddin yang juga dikenal sebagai penulis buku “Menangkal Virus Islam Liberal” ini.
Nashruddin pun mengingatkan kepada seluruh peserta SPI dengan adanya konsep wahyu tanzil yang dijelaskan oleh Naquib al-Attas untuk memahami Al-Qur’an dengan baik.
“Allah turunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab, dibaca oleh Nabi dengan bahasa Arab dan Mushaf Ustmani juga berbahasa Arab. Intinya, Al-Qur’an diturunkan oleh Allah sampai kepada kita hari ini dalam bentuk yang sama. Tidak ada perubahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad,” pungkasnya.*/Moch. Sya’ban Abdul Rozak