Hidayatullah.com–Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Pakistan menggelar acara dialog online bersama Imam Islamic Center of New York, Muhammad Shamsi Ali, dengan tema “Tantangan Dakwah Islam di Amerika”.
Dialog yang dihadiri oleh puluhan mahasiswa Indonesia yang belajar di International Islamic University Islamabad (IIUI) ini digelar di kediaman Atase Pertahanan di kawasan F6 Sector Islamabad, Ahad malam (26/02/2017).
Dalam dialog interaktif tersebut, Imam Shamsi Ali yang juga merupakan Presiden Nusantara Foundation mengatakan bahwa sebenarnya Islam bukanlah sesuatu yang baru di Amerika. Sebab bukti-bukti sejarah mengatakan bahwa Islam datang Amerika jauh sebelum Colombus tidak sengaja menemukan Amerika.
“Sebenarnya Islam di Amerika itu bukan sesuatu yang baru. Islam di Amerika sudah cukup lama. Ada bukti-bukti sejarah mengatakan bahwa Islam datang di Amerika jauh sebelum Colombus menemukan Amerika itu sendiri. Ada satu kota namanya Dakota, di atas gunung ada tulisan-tulisan berbahasa Arab yang menunjukkan bahwa nampaknya Islam sudah tiba di bumi Amerika ini jauh sebelum Colombus tersesat sampai di bumi Amerika. Sayangnya kita dianggap hanya sebagai pendatang, dianggap sebagai orang baru, atau orang asing di negara ini”, kata Shamsi Ali.
Lebih lanjut ia menceritakan bagaimana perkembangan pesat dakwah Islam pasca serangan 11 September 2001. Yang saat itu banyak orang beranggapan bahwa peristiwa tersebut akan menjadi kuburan bagi dakwah Islam di Amerika.
“Ketika terjadi 11 september 2001, sebenarnya banyak teman-teman non-muslim maupun muslim menyangka bahwa itulah kuburan bagi Islam di Amerika serikat. Dalam artian bahwa Islam itu tidak mungkin bisa diterima lagi di Amerika Serikat. Tapi Alhamdulillah, Al-Quran mengatakan, “Wa makaru makarallah wallahu khairul makirin”.
Bahwa orang boleh saja punya rencana, tapi tetap Allah punya rencana terbaik. Persepsi yang mengatakan bahwa 11 September itu akan menjadi kuburan Islam, ternyata itu menjadi lahan dakwah Islam yang sangat subur. Di situlah awal kebangkitan, momentum kebangkitan daripada dakwah Islam di Amerika Serikat,” ujar alumnus IIUI tersebut.
Kemudian ia menjelaskan, di tengah-tengah perkembangan Islam yang cukup signifikan, ada satu dilema yang dialami muslim di Amerika. Yakni merasa puas dengan ibadah-ibadah yang dilakukan dan menganggap semua permasalahan sudah selesai; sementara kebanyakan non-muslim di sana dibombardir dengan informasi-informasi yang salah tentang Islam.
“Ketika saya datang di kota new York ini alhamdulillah ternyata perkembangan Islam cukup baik. Masjid-masjid ada di mana-mana. Banyak pendatang dari Maroko, dari timur tengah, dari asia selatan. tapi Ada satu dilema kita, ada satu permasalahan kita. Salah satu permasalahan kita adalah. Kita ini merasa puas dengan ibadah-ibadah yang kita lakukan di masjid. Kalau sudah berzikir. Sudah shalat lima waktu, masuk ke dalam masjid, berdoa panjang, sudah merasa bahwa semua permasalahan sudah selesai. Sementara tetangga-tetangga kita ini kebanyakan non-muslim. Itu dibombardir dengan informasi-informasi yang salah tentang Islam”, katanya.
Selanjutnya direktur Jamaica Muslim Center ini berbagi pengalaman berdakwah kepada masyarakat Amerika, yakni bukan dengan membacakan ayat-ayat suci, tapi dengan berbagi kue dan kopi dengan mereka.
“Kita tidak berdakwah kepada non-muslim dalam artian menyampaikan qalallahu ta’ala, qala rasulallah sallahu alaihi wasallam, tidak perlu seperti itu. Yang tentu kita sampaikan adalah bagaimana tersenyum kepada mereka, kita siapkan kue-kue kecil kemudian minuman-minuman bagi mereka. Ternyata bagi orang Amerika ini menjadi dakwah yang luar biasa. Akhirnya Mereka datang ke masjid. Meski datang mencari kue, datang mencari kopi”, pungkasnya.*/kiriman Fakhruddin A (Pakistan)