Hidayatullah.com– Kondisi wakaf Indonesia hingga saat ini dinilai sudah jauh berkembang ini. Oleh karena itu, dituntut adanya tata kelola perwakafan yang lebih baik dari sisi regulasi, pengawasan, manajemen, pelaporan, penyaluran manfaat, dan aspek-aspek lainnya.
Bahkan Undang-Undang Wakaf pun dinilai perlu direvisi agar sejalan dengan perkembangan wakaf. Karena itulah, Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Bank Indonesia (BI) menyusun dokumen Waqf Core Principles (WCP) bekerja sama dengan para akademisi sejak dua tahun yang lalu.
“Dokumen WCP ini bisa menjadi kerangka acuan dalam penyusunan tata kelola wakaf masa depan, sebagai salah satu kontribusi BWI sebagai otoritas wakaf dan BI sebagai otoritas kebijakan makro ekonomi,” ujar Muhammad Luthfi, Ketua Divisi Luar Negeri BWI dalam rilisnya kepada redaksi kemarin.
Menurut BWI, sebelum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf lahir, ragam harta wakaf dan pengelolaannya masih terbatas. Saat itu wakaf pada umumnya baru sebatas tanah yang dikelola menjadi masjid, madrasah, dan kuburan.
Baca: Kesadaran Wakaf Produktif Masih Minim Dinilai karena Pola Pikir
Kini, jelasnya, 13 tahun setelah kelahiran UU Wakaf, sudah bisa ditemukan tanah wakaf yang dikelola menjadi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU); beberapa rumah sakit yang dibangun dengan skema kombinasi wakaf tanah dan wakaf uang; sudah ada aset wakaf berupa hotel, gedung perkantoran, perkebunan; dan ragam wakaf produktif lainnya.
Ketua BWI Dr Slamet Riyanto berharap, dokumen WCP yang disusun BI bersama BWI bisa menjadi kontribusi nyata bagi pengembangan wakaf ke arah yang lebih baik. Yaitu dari aspek penghimpunan, perlindungan, pengelolaan, penyaluran manfaat, dan pelaporan kepada otoritas dan kepada masyarakat.
Slamet optimistis, wakaf akan semakin besar kontribusinya bagi kesejahteraan masyarakat dan bahkan perekonomian nasional, jika semua pemangku kepentingan dan praktisi wakaf memberikan kontribusi-kontribusi nyata, bukan sekadar berwacana.
Luthfi menjelaskan, penyusunan WCP tidak bisa sekali jadi, tetapi ada beberapa tahapan. Di antaranya adalah tahap pembahasan dalam kelompok kerja internasional dan dengar pendapat masyarakat.
“Semester pertama tahun ini telah diadakan 3rd International Working Group on WCP di Yogyakarta,” ujar Luthfi.
Baca: Mengintip Kebun Wakaf Produktif Indonesia Berdaya di Subang
Kegiatan Internasional
Pada bulan November ini, di Surabaya diadakan Seminar Internasional Wakaf, Public Hearing on WCP, dan 4rd International Working Group. Ketiga kegiatan internasional itu diadakan BWI bekerja sama dengan BI, Kuwait Awqaf Public Foundation (KAPF), dan Islamic Research and Training Institute-Islamic Development Bank (IRTI-IDB) di Grand City, Surabaya, Jawa Timur, 8-9 November lalu.
Ketiganya merupakan bagian dari rangkaian kegiatan The 4th Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2017. ISEF berlangsung pada tanggal 7 November 2017 hingga besok, Sabtu (11/11/2017) di tempat yang sama, Grand City.
Baca: Kembangkan Potensi Wakaf Produktif, BWI Bangun Rumah Sakit Mata
Public Hearing dan International Working Group bertujuan untuk memyempurnakan dokumen WCP. Sedangkan Seminar Internasional Wakaf digelar untuk meningkatkan kapasitas nazhir-nazhir yang ada di Indonesia. BWI mengundang KAPF dan IRTI-IDB untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mengenai pengelolaan dan manajemen aset wakaf, agar bisa lebih produktif dan semakin besar manfaatnya bagi masyarakat.
“Dalam ketiga kegiatan ini kami mengundang otoritas wakaf, nazhir, dan investor dari beberapa negara; akademisi, praktisi keuangan, dan nazhir-nazhir potensial di Indonesia; juga para pemangku kepentingan terkait wakaf, seperti Kementerian Agama dan Otoritas Jasa Keuangan,” jelas Luthfi.*