Supendi
Hidayatullah.com — Ramadhan identik dengan semangat ibadah dan berbagi. Namun, entah mengapa zakat (selain zakat fitrah) belum menjadi satu amalan yang inheren dalam kesadaran dan tradisi Muslim Tanah Air. Terkhusus mereka yang terkena kewajiban membayar zakat.
Hal ini seperti diungkapkan oleh Anggota BAZNAS, Masdar Farid Masudi pada media di tahun 2017.
“Meskipun merupakan salah satu rukun Islam dan besaran zakat hanya 2,5%, tapi realisasi pengumpulannya belum maksimal. Mayoritas masyarakat Indonesia hanya mengenal zakat fitrah saja yang dibayarkan setahun sekali. Padahal ada jenis zakat lain seperti zakat mal,” jelasnya.
Jadi, tampak seperti ada korelasi antara realisasi penghimpunan zakat dengan pemahaman masyarakat Muslim sendiri terhadap zakat, yang ternyata bukan sebatas zakat fitrah semata.
Sekalipun boleh jadi ada aspek lain, seperti banyak yang menunaikan zakat namun tidak tercatat melalui lembaga resmi. Pada 23 Desember 2020 BAZNAS melalui website resminya merilis laporan bahwa ada Rp. 61,25 triliun dana zakat tidak tercatat.
Hal itu tentu saja menjadikan angka penghimpunan zakat, infak dan sedekah di Tanah air menjadi lebih rendah dari potensi yang ada.
“Menurut studi yang dilakukan oleh Puskas BAZNAS, potensi zakat di Indonesia mencapai 233,8 Triliun, sedangkan diketahui bahwa penghimpunan ZIS secara nasional pada 2019 melalui OPZ resmi mencapai 10 Triliun atau masih 5,2 persen dari potensi zakat,” kata Ketua BAZNAS, Prof Dr Bambang Sudibyo MBA CA dalam Acara Public Expose Survey Pembayaran ZIS Non Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Indonesia tahun 2019-2020 pada Selasa (22/12).
Jenis Zakat Maal
Zakat maal terjemahnya adalah zakat harta. Dalam syariah hal itu meliputi zakat hewan ternak meliputi unta, sapi dan kambing. Kemudian zakat emas dan perak. Zakat barang dagangan, zakat temuan (rikaz) zakat barang tambang (ma’din) dan zakat hasil pertanian berupa kurma, anggur, kedelai dan gandum.
Kemudian ada zakat jenis berikutnya yang ulama masih berbeda pandangan mengenai wajib tidaknya mengeluarkan zakat. Seperti zakat untuk madu, barang-barang berharga yang dihasilkan dari laut, gaji dari sebuah profesi, harta dari batiul maal dan waqaf, omset perusahaan (usaha kolektif) surat-surat berharga (saham, obligasi dan sertifikat investasi(, perdagangan mata uang, investasi properti, asuransi syariah, dll (lihat buku “10 Perbedaan Antara Zakat Maal dan Zakat Fithr” karya Isnan Ansory).
Nah, pada zakat maal inilah, sosialisasi, edukasi dan pendekatan mesti terus dilakukan. Sebab jika seluruh kaum Muslimin yang memiliki harta dari jenis usaha sadar dan membayar zakat, tentu angka realisasi penghimpunan zakat akan terus mendekati angka potensi yang begitu besar.
Pernah suatu waktu, seorang direktur lembaga kajian menuturkan pengalaman pribadinya kepada penulis. Di kampungnya, sang ibu memiliki sawah yang luasnya mencapai 10 hektar bahkan lebih. Ketika ia dewasa dalam arti telah menikah. Iseng ia bertanya kepada sang ibu. Apakah sawah ini telah ditunaikan zakatnya, yaitu zakat pertanian.
Mendengar pertanyaan sang anak soal zakat pertanian. Sang ibu bertanya kembali, “Apa, zakat pertanian. Memang ada?” Sang direktur itu pun memberitahukan kepada sang ibu bahwa ada namanya zakat pertanian. Kemudian sang ibu bertanya, “Berapa dibayar?” Sang direktur menjawab, “Hanya 2,5% dari hasil pertaniannya.”
Artinya peran dan sosialisasi, edukasi atau lebih luasnya dakwah tentang zakat maal ini bisa juga dilakukan secara individu dengan inisiatif yang baik dan cara yang baik. Tentu akan menjadi lebih maksimal jika dilakukan secara sinergis dan kolaboratif.
Muzakki dalam Pandangan Allah
Orang yang menunaikan zakat (muzakki) adalah orang yang baik (iman dan Islamnya) dalam pandangan Allah. Sebagaimana termaktub di dalam Surah Al-Baqarah ayat 177. Bahwa kebaikan itu adalah iman kepada Allah dan seterusnya kemudian mendirikan sholat dan menunaikan zakat.
Dalam kata lain, bagi orang yang memiliki harta, sholat semata tidak mencukupkan kirteria baik dalam pandangan Allah. Mesti dilengkapi dengan menunaikan zakat.
Oleh karena dalam Alquran perintah sholat yang bersanding dengan zakat disebutkan sebanyak 27 kali. Hal ini memberi isyarat bahwa orang Islam yang berharta akan baik hanya ketika sholat telah dilakukan ia juga menunaikan zakat.
Nah, pada momentum Ramadhan 1443 H, mari cek ke dalam, apakah diri termasuk orang yang berharta, dari usaha yang dilakukan, apakah telah memenuhi syarat untuk wajib bayar zakat harta.
Jika ya, maka segerakanlah menunaikan zakat. Agar baik diri kita dalam pandangan Allah. Lebih jauh, dengan zakat yang disegerakan akan memaksimalkan penyaluran atau distribusi bagi yang membutuhkan dapat segera dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga banyak mustahik yang terbantu dan terkondisi untuk mentas dari kemiskinan.*
Dirut Laznas BMH