Hidayatullah.com — Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag) Nur Arifin mengatakan tanggung jawab terkait layanan jama’ah haji yang berangkat menggunakan visa mujamalah atau haji furoda ada di tangan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
“PIHK ini yang bertanggungjawab terhadap layanan jama’ah haji mujamalah dan atau furoda,” kata Nur, dilansir CNN Indonesia, Selasa (5/7/2022).
Nur menjelaskan ketentuan tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Aturan itu salah satu poinnya mengamanatkan haji mujamalah atau furoda harus melalui PIHK.
PIHK merupakan badan hukum atau perusahaan yang memiliki izin dari Menteri untuk melaksanakan Ibadah Haji khusus. PIHK pada umumnya bernaung di bawah asosiasi, di antaranya ada Sapuhi, Amphuri, Himpuh, Asphurindo, dan Kesthuri.
Nur mengungap, PIHK nantinya memiliki kewajiban melaporkan rencana perjalanannya kepada pemerintah yakni Kemenag.
“Tujuannya agar jemaah mendapatkan jaminan layanan selama menunaikan ibadah haji,” kata dia.
Nur menjelaskan kewenangan mengeluarkan visa mujamalah merupakan hak prerogatif dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Di sisi lain, Nur menegaskan pemerintah RI melalui Kemenag hanya menyelenggarakan haji berbasis kuota yang diterima Indonesia yakni: haji reguler dan haji khusus.
“Haji reguler diselenggarakan negara 100 persen. Sedang haji khusus diselenggarakan oleh PIHK. Tugas negara sebagai regulator,” kata dia.
Kuota haji Indonesia untuk tahun ini mencapai lebih dari 100 ribu setelah dua tahun vakum akibat pandemi Covid-19. Rincian kuota haji itu sebanyak lebih dari 92.825 untuk haji reguler dan lebih dari 7.226 untuk haji khusus.
Pemerintah Indonesia sebetulnya mendapatkan tambahan kuota haji 10 ribu lagi dari Arab Saudi, namun diputuskan tak digunakan karena persiapan yang terlalu mepet dengan puncak haji.
Sebagai informasi, pemberangkatan calon jama’ah haji furoda yang menggunakan visa mujamalah asal Indonesia di musim penyelenggaraan haji tahun 1443 H atau 2022 menuai polemik baru-baru ini.
Haji furoda sendiri adalah istilah untuk haji dengan visa yang diperoleh melalui undangan dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia. Haji furoda ini di luar kuota visa haji reguler yang sudah ditetapkan oleh Kemenag RI atau dapat juga disebut dengan haji non kuota.
Terdapat dua peristiwa yang menuai perhatian publik terkait proses pemberangkatan calon jama’ah haji furoda. Pertama, insiden dipulangkannya kembali 46 calon jemaah haji furoda Indonesia usai tiba di Saudi.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Mereka dipulangkan karena ketahuan menggunakan visa furoda tidak resmi yang berasal dari Malaysia dan Singapura.
Sementara persoalan kedua yang menarik perhatian publik yakni sebanyak 4.000 calon jemaah haji furoda Indonesia juga batal berangkat. Mereka gagal berangkat karena belum mendapatkan visa khusus haji tersebut dari Saudi.
Mereka dipastikan tidak berangkat karena puncak haji jatuh pada 8 Juli nanti. Padahal, mereka sudah mendaftar ke agen yang melayani ibadah haji.
“Ya masih tersisa 4.000-an calon jemaah haji furoda/mujamalah yang belum dapat visa karena keterbatasan datangnya visa dari KSA (Kerajaan Arab Saudi),” kata Ketua Umum Syarikat Penyelenggara Umrah dan Haji (Sapuhi) Syam Resfiadi.*