Tindakan keji kembali diperlihatkan komplotan penjajah Israel. Rabu, dua hari lalu, aparat keamanan Israel membuldozer sebuah flat warga Palestina yang tinggal di kawasan Israel.
Flat itu merupakan rumah seorang cacat yang hidup di atas kursi roda di kota Al-Lydd. Kota itu berdiri sebelum tahun 1948 yang saat ini mau digabungkan Zionis Israel dengan kota Lod. Perbuatan keji itu, menurut aktivis HAM Israel, merupakan tindakan tanpa nurani, kejam dan tanpa perasaan.
Didukung dengan sebuah helikopter dan 200 aparat polisi dan tentara, dua buldozer komplotan laknat Israel merubuhkan flat kecil yang berdiri di atas tanah seluas 40 meter persegi.
Rumah itu didiami Hany Zbeidah, seorang insinyur komputer.
Peristiwa itu diceritakan seorang aktivis HAM Israel yang sempat menyaksikan kejadian tersebut.
Zbeidah dipaksa keluar dari rumahnya, saat komplotan laknat itu merubuhkan rumah serta menghancurkan seluruh isi yang ada di dalamnya. Flat kecil yang dihancurkan itu, awalnya sebuah bangunan gudang yang sudah tidak terpakai.
Lalu diperbaiki ayah Zbeidah. Ayahnya telah menghabiskan waktu bertahun-tahun menabung untuk merenovasi tempat tinggal anaknya. Ia ingin memberikan anaknya yang cacat itu tempat yang lebih baik.
Gudang kecil itu berdiri sejak 1971. Awalnya dimiliki perusahaan perumahani milik pemerintah Israel yang sudah terbengkalai. Tanpa pemberitahuan gudang itu direnovasi ayah Zbeidah, sejak tempat itu rencananya akan dikembangkan kembali.
Fred Schlomka, seorang aktivis HAM Israel, mengecam tindakan bengis para pejabat Israel tersebut. Mereka sengaja memerintahkan para petugas keamanan Zionis, meratakan rumah Zbeidah dengan tanah.
?Sepanjang tahun-tahun keterlibatan saya dengan Israeli Committee Against House Demolitions saya belum pernah melihat tindakan tanpa nurani sekejam itu. Sungguh tindakan keji tanpa perasaan,? cetus Schlomka.
Rumah itu, lanjut Schalomka, memang diperuntukkan bagi orang cacat seperti Zbeidah. ?Pintu-pintunya ekstra lebar untuk mudah dilalui kursi roda. Sebuah kamar mandi khusus juga dibuat agar dia bisa mandi secara privasi. Ada sebuah bangunan landai untuk mencapai pintu, serta tempat independen yang mungil,? tutur Schlomka.
?Setelah ditolak izin renovasi flat itu, diam-diam keluarga Zbeidah berinisiatif memperbaiki milik pemerintah itu tanpa merubah bangunan luarnya kecuali hanya mengecetnya.
Apakah walikota tidak gembira bahwa sebuah keluarga miskin yang merupakan warganya berupaya memperbaiki milik pemerintah. Bukankah mereka butuh terhadap perbaikan itu?? cetus Schlomka.
“Sungguh kontras, mereka mengirim polisi dan tentara untuk menghancurkan bangunan yang sesungguhnya diperuntukkan untuk masyarakat tersebut. Para petugas keamanan membiarkan penghuninya duduk di pinggir jalan. Sementara flat yang baru diperbaikinya itu dihancurkan berikut isi yang ada di dalamnya,? tutur Schlomka sedih.
Ayah Zbeidah bersama dua temannya, ditangkap aparat keamanan dan dipukuli pasukan zionis yang ada di lokasi kejadian. Perlakuan itu diterimanya ketika ia melakukan aksi protes tanpa kekerasan terhadap penghancuran flat anaknya yang cacat itu. (stn/iol/m3)