Hidayatullah.com–Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Kamis (18/12), kemarin mengeluarkan rasa kekhawatirannya terhadap rencana Presiden Perancis Jacques Chirac yang melarang simbol-simbol keagamaan, seperti penggunaan jilbab dan penutup kepala Yahudi yarmulka dan salib-salib ukuran besar di sekolah-sekolah negeri.
“Semua orang harus bisa mempraktekkan agama dan kepercayaan mereka dengan damai tanpa campur tangan pemerintah sepanjang itu dilakukan tanpa provokasi dan intimidasi terhadap yang lainnya,” kata Dubes Keliling AS uruan Kebebasan Beragama Internasional, John V. Hanford.
Dubes Hanford menyampaikan pernyataannya tersebut menjawab pertanyaan wartawan mengenai rencana Presiden Chirac untuk melarang benda-benda tersebut digunakan di sekolah-sekolah negeri di Perancis.
Kamis (11/12) minggu kemarin, sebuah komisi pemerintah Perancis yang ditunjuk Presiden Jacques Chirac telah merekomendasikan segera diluncurkannya undang-undang baru soal pelarangan ditampilkannya simbol-simbol agama secara mencolok, termasuk jilbab di sekolah-sekolah negeri.
Seorang sumber di Komisi Larangan jilbab beranggotakan 20 orang yang pimpin bekas menteri Bernard Stasi itu mengatakan bahwa UU Larangan Jilbab setebal 50 halaman itu tidak membenarkan jilbab ditampilkan di institusi-institusi publik. Alasannya, pelarangan itu untuk kepentingan warga Muslim sendiri, yakni untuk menghindari sikap kebancian terhadap Muslim atau kelompok minoritas lainnya.
Komisi itu juga merekomendasikan, bahwa Perancis akan mengambil langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh seluruh negara Eropa. Yakni pemerintah akan menambahkan hari libur bagi kelompok Yahudi dan Muslim di sekolah-sekolah negeri dalam kalender libur nasional. (rtr/iol/cha)