Hidayatullah.com—Setelah lama ditunggu dunia, Presiden Mesir Hosni Mubarak akhirnya muncul juga. Dalam sebuah wawancara dengan wartawan senior ABC News, Christian Amanpour, Kamis (3/2) malam waktu Kairo, Mubarak mengatakan dirinya siap mau mundur namun takut kelompok Islam yang puluhan tahun didhaliminya, Al Ikhwan al Muslimun berkuasa.
Kepada Amanpour, Mubarak mengaku dirinya tak akan angkat kaki dari Mesir. Ia khawatir, kalau mundur, kubu Ihwanul Muslimin mengambilalih kekuasaan. Ia juga beralasan, jika mundur ia khawatir kerusuhan semakin besar. Pengakuan Mubarak itu disampaikan saat diwawancarai di Istana Presiden Mesir.
Pernyataan Mubarak ini merupakan momen pertama bersedia diwawancara pascaunjuk rasa besar-besaran sepuluh hari terakhir.
Mubarak mengaku sedih atas bentrokan kubu pendukung dengan kubu penentang dirinya. Mubarak sudah tak mau lagi melihat pertikaian antarwarga Negeri Seribu Piramid itu. Terkait desakan meninggalkan Mesir, Mubarak kukuh ingin mati di Tanah Airnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Omar Suleiman menegaskan takkan menggunakan kekuatan militer untuk membubarkan pengunjuk rasa. Sampai saat ini puluhan ribu orang bertahan di Tahrir Square. Padahal, mereka sudah diminta membubarkan diri dan mengosongkan kawasan utama Kota Kairo itu demi mencegah jatuhnya lagi korban tewas dan luka.
Berbagai Cara
Untuk mempertahankan kekuasaannya, Mubarak juga melakukan berbagai cara membungkam suara rakyatnya. Setelah sebelumnya sempat memutus jaringan internet dan menutup TV Aljazeera, ia juga memaksa perusahaan Telekomunikasi Inggris, Vodafone, untuk menyebarkan pesan pendek (sms) ke semua pelanggannya. Pesan pendek itu berisikan dukungan penuh atas rezim Mubarak.
Vodafone memulai pengiriman sms ke semua pelanggannya sejak awal aksi demo massal di Mesir. Di antara pesan pendek tersebut adalah permintaan kepada para pendukung Mubarak supaya menghadapi para pengunjuk rasa.
Salah satu pesan pendek yang ada berisikan, “Pasukan keamanan Mesir meminta warga setia dan jujur supaya menghadapi para pengkhianat dan membela bangsa dan kemuliaan negara ini.”
Menyusul pemaksaan pengiriman pesan pendek itu, perusahaan Vodafone mengeluarkan stetemen pada hari Kamis (3/2) yang isinya menentang pesan pendek yang bersisikan provokatif tersebut. *