Hidayatullah.com—Pasca jatuhnya rezim Husni Mubarak yang berkuasa di Mesir, kepentingan Barat mulai nampak di beberapa faksi politik. Salah satunya adalah partai-partai sekuler yang ingin “menghadang” berlakunya hukum Islam di Negara tersebut.
Beberapa partai politik dan gerakan-gerakan aliansi Mesir bersekutu untuk mengganjal kelompok-kelompok Islam.
Suara kelompok nasional meningkat dan mengklaim untuk tidak akan mengganti negaranya menjadi sebuah republik Islam seperti Iran atau seperti terjadi di Iraq. Mereka juga menolak seperti apa yang terjadi di Saudi.
Osama Ghazali Harb pemimpin Partai Front Demokratik mengatakan, kelompoknya akan bergerak selama tiga hari mendatang guna membentuk aliansi politik yang diakui sebagai orientasi politik Mesir yang moderat untuk melawan arus ”agama Wahabi.”
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh situs surat kabar Al Ahram Mesir, Harb mengaku terbuka untuk semua partai politik, termasuk kelompok Islam moderat guna menghadapi “gelombang agama “ yang menyusup ke Mesir. Yang dimaksudkan Harb, tentusaja adalah kelompok Al Islam al Muslimun yang sebelumnya telah bersatu dengan kelmpok Salafy Mesir.
Harb menujukkan bahwa tiga hari sebelumnya ia telah mengadakan pertemuan dan kontak persiapan antara pihak-pihak kelompok nasional Mesir. Yang ia maksud adalah; “Sosial Demokrat Mesir”, “Majelis Nasional untuk perubahan”, “ Majelis Nasional Mesir” , dan “Dewan Nasional Mesir “, dan dua gerakan “Kaafiyah”, “6 April”, dan anggota partai dari “Tajma’ al-wafdu”, dan “Al-Ghad.”
Kekuatan politik nasionalis ini muncul setelah perkembangan kelompok Islam yang muncul dalam demonstrasi “Jum’ah Perstuan” di Square Tahrir Hari Jumat lalu, khususnya para pengikut Salafy yang mengangkat slogan-slogan agama.
Mereka menilai, munculnya kekuatan Islam ini adalah ancaman bagi negara sipil yang dinilai berusaha untuk kembali ke “abad pertengahan”.
Sebelum ini, puluhan ribu kekuatan Islam menunjukkan eksistensinya di Lapangan Tahrir. Kelompok-kelompok Islam itu mengangkat slogan “pembelaan hukum”,”persatuan dan kemitraan dalam bangsa” dan “penerapan hukum Islam” di Mesir.
Tema ini juga diangkat dalam khutbah Jum’at Syeikh Hasim Shuman dengan mengatakan tentang tujuan dan kelanjutan Revolusi Mesir. Beliau menyebut, “kelanjutan dari aksi Tahrir Square adalah jihad di jalan Allah.”
Sebagaimana diketahui, Front Demokratik pimpinan Osama Harb, telah ada sebelum tersingkirnya mantan presiden Husni Mubarak pada tanggal 11 Februari. Namun partainya tidak pernah bisa memenangkan dukungan luas sebelum revolusi, bahkan kalah dengan Al Ikhwan al Muslimun.
Sebelumnya, Amr Hamzawy, juru bicara Partai Kebebasan Mesir, juga mengumumkan bahwa sejumlah kekuatan politik liberal kini sedang dalam proses pembentuk koalisi untuk melawan pengaruh pertumbuhan gerakan-gerakan Islam dan keagamaan.
Sejumlah partai-partai liberal dan kiri juga mengumumkan rencana mereka untuk membentuk koalisi baru sebagai lawan kelompok Islam setelah aksi hari “Jumat Persatuan” yang lebih didominasi kelompok Islam yang menyerukan tegaknya syariah dan hukum Islam.
Juni lalu, Syeikh Muhammad Abdul Maqsud mengumumkan kesepakatan pihak mereka untuk bersatu dengan Al Ikhwan Al Muslimun dan kelompok Islam lainnya, seperti Al Jama’ah Al Islamiyah, untuk penerapan hukum Islam di Mesir, sebagaimana dilansir Al Yaum As Sabi’, Selasa (07/06/2011).
Bahkan Syeikh Muhammad Abdul Maqsud menyeru untuk mendukung Al Ikhwan jika ingin melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
”Wajib bagi kita menolong orang dzalim fasiq jika melakukan amar ma’ruf, seperti kewajiban bagi kita untuk membantu kekuatan yang ingin menjaga syariat Islam di Mesir, dari mereka adalah Al Ikhwan.”
Bulan Februari 2011, beberapa saat tergulingnya Husni Mubarak, Amerika dan Israel telah menampakkan ketidaksukaan jika Mesir jatuh pada kelompok Islam.
Pemimpin Zionis Israel Shimon Peres dan Benyamin Netanyahu memperingatkan terhadap kemungkinan munculnya pemerintahan Islam di Mesir.
Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel, memperingatkan situasi akan seperti di Iran, jika kelompok Islam menggantikan Mubarak.
Shimon Peres, Presiden Israel juga memperingatkan bahwa “ekstremis”, demikian ia menyebutk kelompok Islam, bisa mengambil keuntungan dari protes yang populer di Mesir untuk mencoba merebut kekuasaan, seolah menutupi kekejaman rezim Mubarak dalam mendholimi aktivis Islam di negeri itu.*/Irda