Hidayatullah.com–Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2011 ini diberikan kepada tiga orang perempuan, satu dari Yaman dan dua dari Liberia.
Panitia Nobel memutuskan untuk memberi hadiah perdamaian kepada para tokoh wanita, karena dianggap berhasil melakukan perjuangan tanpa kekerasan.
Tawakkul Karman dianggap berhasil menggerakkan wanita Yaman dan banyak orang lainnya untuk turun ke jalan memperjuangkan demokrasi di negaranya, dengan ikut serta dalam aksi massa menuntut diakhirinya kekuasaan otoriter Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh
Karman adalah Ketua Jurnalis Wanita Tanpa Rantai. Wanita berusia 32 tahun dan ibu tiga anak itu sering terlihat hadir di lokasi demonstrasi mingguan di Universitas Sana’a. Organisasi yang dipimpinnya memperjuangkan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan berdemonstrasi.
Karman yang pernah ditahan beberapa kali, berjuang membebaskan para pemuda Yaman yang dijebloskan ke dalam kurungan, karena melakukan unjuk rasa.
“Kami menderita di bawah penguasa yang berusaha mengontrol negara dengan mengamandemen konstitusi, yang akan mengubah Yaman menjadi sebuah kerajaan,” katanya dalam sebuah wawancara dengan Time, yang dipublikasikan pada Rabu (16/02/2011).
Seperti halnya Tunisa dan Mesir, tambahnya, Yaman harus mengakhiri penguasa diktator yang menyamar sebagai presiden.
Ali Abdullah Saleh memang telah berkuasa cukup lama. Ia menjadi presiden Yaman sejak tahun 1978, atau satu tahun lebih lama dibanding Husmi Mubarak. Dan hingga kini belum berhasil disingkirkan oleh rakyat.
Karman telah melakukan unjuk rasa setiap hari selasa sejak tahun 2007. Melihat keberhasilan rakyat Tunisa dan Mesir menggulingkan penguasa mereka, menambah keyakinan dan semangat wanita berkerudung itu untuk terus berunjuk rasa.
Dalam menjalankan aksi demonstrasinya, Karman belajar banyak dari sejawatnya di Tunisia dan Mesir, yang memanfaatkan teknologi komunikasi untuk mengorganisir massa. Demonstran Yaman memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Twitter untuk memanggil sebanyak mungkin massa turun ke jalan.
“Jika kami berhasil di sini, dan saya yakin kami akan berhasil, gerakan revolusi di setiap negara Arab akan semakin kuat,” kata Karman.
Dua wanita Liberia yang berbagi hadiah uang dari Nobel sebesar USD1,5 juta (sekitar Rp15 milyar) dengan Karman adalah Ellen Johnson Sirleaf — presiden Liberia yang juga presiden wanita pertama di Benua Afrika — dan pegiat perempuan Leymah Gbowee.
“Hadiah Nobel ini mengakui upaya kami .. kami dapat melebarka sayap kami di seluruh dunia karena kami sekarang memiliki bintang,” kata Gbowee kepada AFP, sebagaimana dikutip BBC (07/10/2011).*
Keterangan foto: Tawakkul Karman.[Reuters]