Hidayatullah.com–Syeikh Abdurrahman Al Barrak, salah satu tokoh yang menjadi rujukan komunitas Muslim yang menyatakan sebagai pengikut Salaf mengeluarkan fatwa haramnya ikut serta wanita dalam Pemilu, karena hal itu dinilai bentuk penyerupaan terhadap kafir, demikian lansir Al Mishry Al Yaum (12/10/2011).
”Haramnya keikutsertaan wanita dalam bai’at imam, atau mengangkatnya sebagai penasihat,” kutip Al Barak.
Ia juga menyebutkan haramnya berpijak dengan Pemilu untuk memilih calon pemimpin atau anggota dari majelis kepemimpinan.
Al Barrak juga menyatakan, ”Perempuan tidak ada urusan dengan baiat, yakni untuk memilih, dan tidak berhak menjadikan mereka penasehat dalam urusan umat, kecuali di masa penjajahan dan kedzaliman.”
Bertentangan dengan Keputusan Kibar Ulama
Berlawanan dengan fatwa di atas, Syeikh Abdullah Al Mani’ selaku anggota Hai’ah Kibar Ulama Saudi justru membolehkan wanita masuk Mejelis Syura dan mencalonkan diri untuk Pemilu lokal, dengan memandang kriteria yang ditetapkan syariat.
”Boleh wanita masuk Majelis Syura dan Majelis Baladiyah (lokal) sesuai dengan kriteria syariat yang memfokuskan tidak adanya ikhtilath, di mana tiap jenis kelamin duduk di tingkat yang berbeda,” kutip Al Mani’
Sementara itu, Mufti Saudi, Syeikh Abdul Aziz Ali As Syeikh juga mendukung keputusan Raja Abdullah yang membolehkan wanita masuk Mejelis Syura Saudi serta mencalonkan diri dalam Pemilu lokal dan ikut memilih beberapa waktu lalu.
Ketua Hai’ah Kibar Ulama ini ketika dimintai pendapat mengenai keputusan Raja Abdullah menyatakan, ”Semua baik,” Ujar As Syeikh, demikian lansir media Saudi, okaz.com.sa (26/9/2011).
Mengenai pernyataan raja yang berkenaan dengan kriteria syar’i dalam keputusan tersebut Syeikh Abdul Aziz Ali As Syeikh juga menyatakan, ”Kita berada di negeri Islam. Dan saya berharap agar Allah menetapkan pendirian kita dalam kebenaran dan memberi kita istiqamah serta petunjuk. Serta tidak menyesatkan hati kita setelah kita diberi hidayah.”
Sebelumnya juga diberitakan bahwa Raja Abdullah mengambil keputusan di atas setelah meminta pertimbangan para ulama, kususnya yang berada di Hai’ah Kibar Ulama Saudi yang dipimpin oleh mufti.*