Hidayatullah.com–Laman Christian Post pada hari Rabu (04/01/2012) menurunkan laporan berjudul “Have UK Churches Found the Secret to Higher Attendance?”, yang mengupas mengapa angka pengunjung gereja yang beberapa puluh tahun terus menurun, belakangan ini mulai beranjak naik.
Laporan The Telegraph menyebutkan, angka kunjungan jemaat ke gereja di Inggris cenderung menurun sejak tahun 1980-an. Namun, angka belakangan ini menunjukkan kenaikan. Laporan itu merujuk pada Gereja St. Mary, yang mengaku mengalami kenaikan jumlah jemaat sebesar 20 persen dalam 12 bulan terakhir.
Di Inggris, sebanyak 76,8 persen warganya mengaku beragama, dengan mayoritas penganut Kristen.
Tahun 2007, survei oleh Tearfund menunjukkan bahwa 10 persen individu yang mengaku relijius mengunjungi gereja setiap pekan. Dan angka itu cenderung naik pada saat Natal.
Di tahun 1979, sebanyak 5,4 juta orang mendatangi gereja di Inggris. Tapi jumlah itu
dilaporkan turun menjadi 3,2 juta pada tahun 2005.
Alasan dibalik penurunan angka kedatangan jemaat ke gereja, antara lain karena banyak orang melakukan aktivitas belanja pada hari Minggu atau melakukan kegiatan olahraga.
Gejala kenaikan angka jemaat yang mendatangi gereja dilaporkan juga terjadi di Gereja Pantekosta Hillsong.
Gereja Hillsong mengklaim, jumlah jemaat yang mendatangi gereja mereka di Australia dan London juga meningkat.
Gereja Hillsong mengaku jemaat yang datang naik dari 200 orang menjadi 10.000 dalam 12 tahun ini.
Salah satu faktor yang membuat jemaat mereka semakin banyak adalah adanya kegiatan selain kebaktian Minggu di gereja.
“Kami bertemu sepanjang pekan dalam kelompok-kelompok kecil, yang dikenal dengan Connect Groups. Kami melakukan pelayanan masyarakat bersama-sama. Beberapa orang pergi ke sekolah malam untuk belajar pesan-pesan Tuhan, kami lalu mensosialisasikannya bersama, kami hidup bersama,” kata Gereja Hillsong di laman situsnya.
Sebagian orang mengatakan, sesi kebaktian yang dilakukan sepanjang pekan memberikan perasaan memiliki di dalam diri jemaat gereja. Sehingga memotivasi mereka untuk pergi ke gereja.
Kegiatan lain juga digelar oleh jemaat Hillsong untuk menarik minat kaum muda ke gereja, seperti lewat kelompok paduan suara, malam kuis dan kelompok doa.
Pendapat lain mengatakan, angka kenaikan pengunjung gereja itu bukan karena orang Kristen semakin relijius, melainkan karena tekanan ekonomi, yang kerap menimbulkan keresahan sehingga orang berpaling pada agama.
Dalam tuisan hasil penelitian berjudul “A Cross-National Test of the Uncertainty Hypothesis of Religious Belief” yang dimuat di Sage Journal Online, Nigel Barber menguji teori itu.
“Terdapat korelasi negatif yang kuat antara takaran ‘keamanan materi’ dan relijiusitas. Negara-negara yang paling relijius adalah negara yang juga para individunya merasa kurang aman,” tulis Barber.
Teori Barber berangkat dari pemikiran bahwa “keyakinan atas supranatural kemungkinan merupakan salah satu cara dalam mengontrol ketidakpastian dalam hidup kita.”
Satu hal perlu dicatat bahwa klaim kenaikan jumlah jemaat yang mendatangi gereja dalam laporan di atas hanya mengambil data dari dua gereja –St. Mary dan Hillsong– dan bukan data dari keseluruhan gereja yang ada di Inggris.
Sebelumnya, rohaniwan gereja terkemuka di Amerika Serikat, Uskup Larry Trotter dari Sweet Holy Spirit, mengatakan bahwa Natal telah mati, karena orang semakin materialistis.*