Hidayatullah.com—Pimpinan kelompok oposisi Suriah penentang rezim Bashar Al Assad yang mengundurkan diri, Burhan Ghalioun, mengakui bahwa telah terjadi perpecahan ditubuh Dewan Nasional Suriah.
“Kami tidak menjangkau pengorbanan rakyat Suriah. Kami tidak menjawab dengan cukup baik dan cepat tuntutan revolusi,” kata Ghalioun kepada AFP, sebagaimana dikutip Al Arabiya (24/5/2012)
Ghalioun menambahkan, perpecahan dalam tubuh Dewan Nasional Suriah terjadi antara kelompok Islam dan sekuler.
Akademisi yang tinggal dan bekerja di Paris itu mengaku “tidak ingin menjadi bagian dari perpecahan,” maka dari itu dirinya memilih untuk mengundurkan diri.
Perbedaan pendapat antara kelompok Islam dan sekuler membuat kerja Dewan Nasional Suriah melambat, terlebih karena perkumpulan penentang rezim Al Assad itu dijalankan secara konsensual.
Komposisi perkumpuan itu, kata Ghalioun, merupakan koalisi, di mana segelintir partai atau kelompok politik memonopoli keputusan dan tidak memberikan kesempatan kepada anggota kelompok yang lain untuk ambil bagian dalam proses pembuatan keputusan, sehingga menimbulkan kelambanan.
“Kami lambat, revolusi berlari 100 kilometer per jam, sementara kami berlari 100 meter per jam. Mungkin karena kami terhalang dengan aturan konsensus ini,” paparnya.
Pengunduran diri Ghalioun sebagai pimpinan Dewan Nasional Suriah diumumkan secara resmi lewat pernyataan yang dikeluarkan usai pertemuan dua hari kelompok itu di Istanbul, Turki, Kamis (24/5/2012).
Ghalioun, seorang sosiolog sekuler yang didukung oleh kelompok Al Ikhwan Al Muslimun Suriah, mengumumkan pengunduran dirinya pada 17 Mei lalu, setelah para aktivis oposisi di lapangan menuduhnya memonopoli pembuatan keputusan.
Komite Koordinasi Lokal , jaringan aktivis oposisi Suriah di lapangan yang pekan lalu mengabarkan adanya perpecahan di tubuh oposisi, hari Kamis mengancam akan menarik diri dari Dewan Nasional Suriah terkait adanya “monopolisasi” kekuasaan.
Menurut para aktivis, telah terjadi perbedaan visi antara Dewan Nasional Suriah dengan para revolusioner, marjinalisasi atas sebagian besar perwakilan dari Komite Koordinasi Lokal, dan monopolisasi pembuatan keputusan yang dikuasai oleh para anggota dewan pengurusnya.
Dewan Nasional Suriah dikritik terutama karena tidak berkoordinasi dengan para aktivis di lapangan, dan karena kuatnya pengaruh perwakilan Al Ikhwan Al Muslimun Suriah yang ada didalamnya.*