Hidayatullah.com—Hatem Ali, sutradara serial televisi “Omar”, yang berkisah tentang sepak-terjang khalifah Islam kedua Umar bin Khaththab, mengatakan bahwa kontroversi seputar film yang digarapnya tidaklah mengejutkan, lansir Al Arabiya.
Kontroversi serial televisi itu bahkan sudah muncul sebelum serial ditanyangkan. Sebagian orang menolak personifikasi tokoh Umar, yang merupakan salah satu Sahabat Rasulullah paling utama, serta sejumlah Sahabat Nabi Muhammad yang lain.
Meskipun ratusan orang melalui media online menyeru agar film televisi itu tidak ditayangkan, namun hasil kerjasama MBC Group asal Dubai dan Qatar Television itu tetap mengudara selama bulan Ramadhan kemarin, seperti yang telah dijadwalkan.
Di kawasan Arab, Ramadhan memang menjadi kesempatan stasiun-stasiun televisi menayangkan berbagai program acara baru, terutama drama televisi atau sinetron.
MBC mengklaim serial televisi “Omar” merupakan produksi drama terbesar dalam sejarah pertelevisian Arab saat ini.
“Serial ini memerlukan kru dalam jumlah besar yang mencapai 500 aktor, aktris dan figuran dalam sehari,” kata Ali dalam wawancaranya dengan stasiun televisi Al Arabiya Senin pagi (27/8/2012). Dan semua itu terus berulang selama 180 hari sepanjang tahun dalam masa pembuatan serial tersebut, imbuh Ali.
Kesulitan lain dalam pembuatan film televisi itu adalah menghadirkan replika Masjidil Haram serta pemandangan di lingkungan sekitarnya di depan kamera. Tim produksi akhirnya memutuskan adegan dilakukan di sebuah lokasi di Maroko.
Merekam adegan yang menghadirkan kuda dan gajah dalam satu lokasi merupakan kesulitan tersendiri. Sebab, kuda memiliki sifat takut ketika harus berdekatan dengan gajah. Oleh karena itu, kuda-kuda yang didatangkan dari Eropa Timur tersebut harus dilatih bersama-sama dengan para gajah, agar mereka terbiasa berdampingan di tempat yang sama.
Sutradara asal Suriah itu menjelaskan, untuk merekam adegan pertempuran diperlukan 54 hari kerja dengan durasi 12 jam sehari dan melibatkan 500 orang pelakon.
“Adegannya dilakukan dengan sangat baik sampai-sampai kami mengalami luka sungguhan. Namun, ada tim medis yang selalu menemani kru setiap saat dan memberikan perawatan yang dibutuhkan pada aktor,” imbuhnya.
Film televisi “Omar” menceritakan kehidupan Umar bin Khaththab sejak usia 18 tahun sampai 63 tahun. Untuk menentukan aktor pemerannya, Ali harus memilih dengan cermat sesuai dengan karakter Umar yang diketahui, seperti tatapan yang tajam dan suara yang keras.
Setelah menyeleksi sejumlah orang lulusan akademi perfilman, Ali akhirnya memilih Samer Ismail untuk memerankan tokoh besar Islam itu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Saat ditanya apakah Ali berkeberatan jika non-Muslim memerankan tokoh Umar, Ali menyatakan tidak.
Ali juga menyangkal rumor yang mengatakan bahwa ia memberikan sejumlah syarat kepada Ismail untuk bisa memerankan tokoh utama film tersebut.
“Tidak benar bahwa saya memintanya untuk tidak berakting selama lima tahun setelah serial ini. Kami hanya sepakat untuk dua tahun,” jelasnya.
Ali menyatakan sangat senang melihat film garapannya disulih suara ke dalam beberapa bahasa, seperti Turki dan Indonesia. Menurutnya, hal itu akan menambah popularitas filmnya, karena jumlah penonton semakin bertambah pula.
Selain itu “Omar” juga akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Prancis, kata Ali. Dan sudah ada negosiasi untuk mengangkatnya menjadi film layar lebar.*