Hidayatullah.com—Undang-undang berusia 214 tahun yang melarang wanita Paris mengenakan pantalon atau celana panjang, akhirnya dicabut oleh Menteri Hak-Hak Wanita Najat Vallaud-Belkacem.
Pada bulan Nopember 1799 dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa bagi siapa saja perempuan yang ingin mengenakan celana panjang di ibukota Prancis, maka harus mengajukan permohonan izin tertulis dari pihak berwenang kota itu.
Satu abad kemudian, peraturan itu diamandemen dua kali. Amandemen menyebutkan bahwa perempuan diberi kebebasan mengenakan celana panjang jika mereka mengendarai sepeda atau naik kuda.
Asal muasal peraturan itu dikeluarkan adalah saat warga kelas pekerja banyak yang mengenakan celana panjang, yang kemudian menjadi simbol Revolusi Prancis. Pakaian berupa celana panjang itu merupakan tandingan dari kulot sepanjang lutut yang biasa dipakai oleh golongan aristokrat Prancis.
Pada tahun 2010, para wakil rakyat dari Partai Hijau berupaya menghapuskan peraturan yang dinilai tidak masuk akal itu. Ketika itu mereka mendapatkan tentangan dari pemerintah daerah, sebab perjuangan mereka dianggap membuang-buang waktu demi menghapus peraturan lawas yang dipandang sebagai “peninggalan arkeologi hukum” itu.
Tahun 2012 perjuangan mengenyahkan peraturan aneh tersebut dilakukan kembali oleh seorang anggota parlemen dari oposisi Partai UMP.
Kali ini perjuangan itu membuahkan hasil. Peraturan yang bercokol dalam kitab undang-undang sejak tahun 1799 itu pun dihapuskan pekan lalu secara resmi.
Menteri Hak-Hak Wanita Najat Vallaud-Belkacem, seorang perempuan kelahiran Maroko keturunan imigran Muslim, mengatakan bahwa peraturan itu tidak sesuai dengan prinsip kesetaraan antara pria dan wanita yang tertuang dalam dasar negara maupun hukum Eropa yang diakui Prancis.
Oleh karena itu, kata Vallaud-Belkacem, peraturan tersebut harus dihapuskan. “Peraturan itu sama sekali tidak punya efek hukum. Dan dokumen itu tidak lain adalah sebuah barang koleksi museum,” katanya dikutip France24 Selasa (4/2/2013).*