Hidayatullah.com—Para jemaat gereja di sebuah kota di negara bagian Virginia, Amerika Serikat, mendekatkan diri kepada Kristus dengan melepaskan pakaiannya. Mereka tidak peduli dengan soal-soal “materi” dan beribadat kepada Kristus dalam keadaan seperti ketika lahir, telanjang.
Bahkan pada bulan Februari di mana cuaca dingin rata-rata mencapai 20 dejarat Fahrenheit atau -6 derajat Celcius, jemaat gereja hadir dengan penampilan beragam; sebagian berpakaian lengkap, sebagian membuka pakaian atasnya saja, tetapi kebanyakan berani mencopot seluruh pakaiannya.
Pastor pemimpin gereja yang terletak Southampton, sekitar satu jam perjalanan dari ibukota Richmond ke arah selatan, mengatakan bahwa persoalannya bukan tentang pakaian. Pastor Allen Parker bilang, yang terpenting adalah memamerkan jiwa secara terbuka kepada Kristus. Dan dia memimpin jemaat gembalaannya menuju jalan yang benar, tak peduli apa yang mereka kenakan.
Setiap hari Minggu di gereja bernama White Tail Chapel (secara literal bisa diartikan kapel buntut putih, atau –maaf–pantat putih, red), di barisan depan tampak pasangan Katie dan Robert Church, lapor stasiun televisi lokal KAIT8 (10/2/2014).
Katie mengaku, pertama kali bertemu dengan pasangannya itu dirinya bukan seorang nudis (penganut gaya hidup telanjang, red). Tetapi kemudian dia langsung jatuh cinta dengan Robert dan gereja bugil tersebut. Mereka kemudian menikah di gereja tersebut, yang disebutnya di sana tidak ada pretensi (tuntutan dan kepura-puraan) sebagaimana terdapat di gereja-gereja pada umumnya.
Begitu menikah, Katie merasa tempat itu seluruhnya adalah keluarganya dan orang-orang di sana bisa diandalkan dan dimintai pertolongan.
“Orang menjadi terbuka sepanjang mereka mendengarkan perkataan Tuhan, dan berbicara dengan kata-kata Tuhan,” kata Robert Church.
Menurut gereja bugil itu dan jemaatnya, kehadiran mereka di rumah peribadatan itu dengan telanjang bukan berarti menimbulkan rangsangan seksual. Mereka datang ke gereja dalam keadaan telanjang untuk menemukan kedamaian di dalam jiwa, dan pastor Allen percaya bahwa hal itu bisa dimulai dari menerima keadaan diri mereka sendiri.
“Tidak ada perasaan bahwa Anda memiliki kelebihan dibanding orang lain secara fisik,” kata pastor Allen.
“Kita manusia, kita punya goresan-goresan luka, kita adalah apa yang kita punya … belajar untuk mencintai dan menerimanya,” kata pendeta yang memimpin jemaatnya dalam keadaan telanjang itu.*