Hidayatullah.com–Departemen Tenaga Kerja Arab Saudi minggu ini akan memberlakukan peraturan baru bagi pekerja perempuan yang tak menggunakan jilbab syar’i.
Dalam peraturan terbaru sebagaimana dikutip Arab News disebutkan perempuan yang bekerja di kantor-kantor, akan dikenakankan denda sebesar SR 1,000 jika didapati tidak menggunakan kerudung (hijab syar’i).
Sementara bagi perusahaan yang mempunyai sejumlah karyawati, diharuskan membuat aturan dan ketentuan tertulis akan hal ini.
“Semua perusahaan harus mengeluarkan instruksi tertulis yang jelas kepada para pekerja wanita mereka untuk memakai hijab syar’i saat di kantor. Perusahaan yang lalai akan didenda sebesar SR 5,000,” demikian dikatakan seorang pejabat Wazarotul Amal (Departemen Tenaga Kerja),” sebagaimana dikutip harian Al Hayat.
Selain itu, bagi perusahaan yang memaksa pekerja perempuan bekerja di malam hari akan dikenakan denda SR 5,000. Denda sebesar itu pun dikenakan bagi perusahaan yang tidak memberikan fasilitas khusus bagi karyawatinya.
Dalam kesempatan yang lain Mufrej Al Haqbani, Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi menyatakan bahwa rancangan perubahan undang-undang ketenagakerjaan sedang dalam proses persetujuan dari pihak Kerajaan, di mana salah satunya adalah memuat tentang denda sebesar SR 50,000 bagi perusahaan atau pihak-pihak yang memperjual-belikan visa atau yang dikenal dengan istilah free visa.
Pihak kementerian juga menyatakan dalam klausul hukum terbaru ini juga mencegah perusahaan dari mempekerjakan anak di bawah umur dan berkerja di tempat yang berbahaya, seperti lokasi konstruksi dan pelanggar akan menghadapi denda SR10,000.
Afnan Kokandi, seorang karyawan Saudi yang bekerja untuk sebuah perusahaan swasta mengatakan tentang hukum baru ini.
“Saya pikir itu adalah kebijakan yang baik karena wanita akan bekerja bukan untuk peragaan busana. Sebagai seorang wanita, Anda harus mengenakan busana Muslim dan tidak perlu berangkat kerja seolah-olah Anda akan pergi ke sbuah pernikahan,” ujarnya dikutip Saudi Gazette.
Undang-undang tenaga kerja yang baru memicu perdebatan di media sosial. Sebagaian menilai, penggunaan jilbab adalah masalah pilihan pribadi.*