Hidayatullah.com—Pemerintah akan mempertimbangkan untuk menjual minyak mentahnya melalui Iran jika kesepakatan dengan wilayah otonomi Kurdi mengenai pembagian pendapatan minyak gagal dicapai, kata seorang pejabat senior perminyakan di Baghdad kepada Reuters.
SOMO (Organisasi Pemasaran Minya Negara Iraq) berencana melakukan perundingan dengan KRG (Pemerintah Regional Kurdi), kemungkinan pekan depan, tentang ekspor minyak Iraq melalui Turki, kata Wakil Menteri Perminyakan Fayadh Al-Nema dalam wawancara hari Jumat (26/8/2016) dengan Reuters.
“Jika negosiasinya ditutup” tanpa mencapai kesepakatan “kami akan mulai mencari cara untuk menjual minyak kami sebab kami memerlukan uang, apakah itu melalui Iran atau negara lain,” kata Al-Nema melalui sambungan telepon.
Iraq, negara OPEC pengekspor minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi, mengandalkan 95 persen sumber pendapatan negaranya pada minyak. Beberapa tahun belakangan, perekonomian Iraq diambang kehancuran dikarenakan rendahnya harga minyak dan perang dengan kelompok-kelompok militan.
Wilayah otonomi Kurdi (Kurdistan) memproduksi sekitar 500.000 barel perhari dari sumber-sumber minyak di daerahnya, dan mengekspor semua produksinya itu melalui Turki. Baghdad tidak akan bisa mengalihkan jalur ekspor minyak tersebut ke Iran, tetapi bisa memerinhtahkan pengiriman sekitar 150.000 bph lewat Iran dari minyak yang dihasilkan di daerah Kirkuk, wilayah Iraq dekat perbatasan Iran.
Kesepakatan antara Iraq dengan Iran dapat dibuat seperti kesepakatan minyak antara Teheran dengan negara-negara di kawasan Laut Kaspia, menurut seorang pejabat perminyakan yang tidak bersedia diungkap identitasnya.
Iran akan mengimpor minyak mentah Iraq ke tempat-tempat penyulingannya dan mengekspor jumlah yang sama minyak miliknya atas nama Baghdad dari pelabuhan-pelabuhan Iran di kawasan Teluk. Iraq punya sejumlah pelabuhan di kawasan Teluk, tetapi tidak terhubung lewat pipa dengan sumber minyak mentah di Kirkuk.
Pekan lalu, perusahaan minyak milik negara Iraq North Oil Company kembali mengalirkan minyak metahnya melalui jalur pipa di daerah Kurdistan yang dikuasai Kurdi ke Turki. Hal itu menunjukkan niat baik pemerintah Baghdad untuk mengundang Kurdi memulai negosiasi, kata Nema.
Dia mengatakan pernyaluran kembali minyak tersebut ke pipa yang melewati wilayah KRG diperintahkan oleh Perdana Menteri Heidar Al-Abadi, menyusul sejumlah kesepahaman yang dicapai antara Baghdad dan Erbil. Abadi hari Selasa lalu mengatakan keputusan itu diambil guna menghindari kerusakan di tempat-tempat penampungan minyak.
Sejak pekan lalu, jumlah minyak yang dialirkan dari Kirkuk oleh North Oil lewat jalur pipa sudah mencapai 75.000 bph. Jumlah itu setengah dari jumlah minyak yang dialirkan sebelum dihentikan pada bulan Maret lalu, kata Nema.
Lebih lanjut dia mengatakan, sekitar 20.000 bph akan disalurkan ke pengilangan minyak di Suleimaniya, di kawasan Kurdi, dan 30.000 bph akan disuling secara lokal di Kirkuk.
Jalur pipa itu mengalirkan minyak mentah ke pelabuhan Ceyhan di Mediterania, di mana Kurdi selama ini menjual minyaknya secara independen ke pasar internasional. Minyak yang diproduksi dari kawasan utara Iraq lainnya juga dialirkan ke sana.
Sejak bulan Maret lalu, pemerintah KRG meminta Baghdad kembali memompa minyak mentah dari Kirkuk guna membantu Erbil mendapatkan uang untuk biaya perang melawan ISIS.
Seorang juru bicara KRG pada bulan Juni mengatakan kepada Reuters bahwa Kurdi siap membuat kesepakatan dengan Baghdad jika pihaknya mendapatkan garansi bakal meraup pemasukan bulanan $1 miliar, atau dua kali lipat dari hasil menjual minyaknya sendiri.
Perselisihan antara Baghdad dengan Erbil selama ini berkaitan dengan sumber minyak di wilayah Kurdistan, yang mencakup bagian utara Iraq. Baghdad ingin menguasai sepenuhnya sumber minyak di sana, sementara orang-orang Kurdi ingin kekayaan minyak di Kurdistan dipergunakan sebesar-besarnya demi kesejahteraan orang Kurdi di kawasan itu.*