Hidayatullah.com—Setelah sebelumnya menolak memberikan komentar, Ekuador akhirnya mengakui pihaknya mematikan akses internet Julian Assange, tetapi menolak mengakui bahwa hal itu dilakukan atas perintah Amerika Serikat.
“Pemerintah Ekuador menghormati prinsip nonintervensi urusan dalam negeri negara lain,” kata Kementerian Luar Negeri Ekuador dalam pernyataan yang dirilis hari Selasa (18/10/2016) seperti dilansir Deutsche Welle.
Akses internet Assange diputus seiring dengan terungkapnya sejumlah hal memalukan tentang calon presiden Partai Demokrat, Hillary Clinton, lewat bocoran-bocoran email hasil peretasan terhadap akun milik ketua tim kampanye pilpres Clinton, John Podesta.
Email-email tersebut mengungkap tentang keakraban Hillary Clinton dengan para pejabat bank besar di Amerika dan pengusaha Wall Street, tentang dukungannya terhadap teknik ekplorasi gas alam yang dapat merusak lingkungan yang dikenal dengan metode fracking, serta aksi-aksi rahasia militer Amerika Serikat.
WikiLeaks tidak mengungkap dari siapa dan ditujukan kepada siapa email-email tersebut, yang didapatnya dari akun Podesta. John Podesta adalah loyalis kawakan Hillary Clinton dan bekas pembantu suaminya, Bill Clinton, di Gedung Putih.
WikiLeaks menuding Ekuador mematikan internet Assange atas perintah pejabat-pejabat Amerika Serikat, termasuk Menlu AS John Kerry. Tuduhan itu dibantah Washington.
Menlu Ekuador juga membantah klaim itu. “Kebijakan luar negeri Ekuador adalah keputusan berdaulat yang dibuatnya sendiri dan bukan karena tekanan dari negara-negara lain.”
Presiden Ekuador Rafael Correa sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa dia lebih suka jika Hillary Clinton yang terpilih menjadi presiden AS menggantikan Obama.
“Untuk Amerika Serikat, saya lebih suka pemenangnya adalah Hillary, yang saya kenal secara pribadi dan sangat saya hargai,” kata Correa dalam wawancara dengan penyiaran Rusia, RT, bulan September lalu.
Julian Assange mencari suaka di Kedutaan Ekuador di London, Inggris, sejak 2012 guna menghindari perintah ekstradisi ke Swedia terkait tuduhan serangan seksual atas dua orang wanita. Assange mengaku hubungan yang terjadi adalah suka sama suka dan bukan pemerkosaan. Warganegara Australia itu menuding dirinya sengaja dijebak dan dikriminalisasi dalam kasus itu agar bisa diekstradisi ke Amerika Serikat.
Aparat keamanan Amerika bernapsu menangkap Assange berkaitan dengan kasus pembocoran ratusan ribu kawat diplomatik milik AS oleh prajurit AS Bradley Manning (sekarang Chelsea Manning) lewat WikiLeaks.*