Hidayatullah.com—Lewat pernyataan yang dirilis Selasa lalu dalam situsnya, Perdana Menteri Iraq Nuri Al Maliki yang didesak mundur menyatakan bahwa ia menyeru dilakukannya pemilihan umum lebih dini.
“Ketika pihak lain menolak untuk duduk di meja dialog dan bersikukuh mendesak dilakukannya suksesi yang mana dapat mengancam kepentingan utama dari rakyat Iraq, perdana menteri mendesak diselenggarakannya pemilihan umum dini,” kata Al Maliki dalam pernyataan yang dikutip AFP Rabu (27/6/2012).
Pemilihan umum parlemen yang akan datang seharusnya digelar pada tahun 2014.
Menurut konstitusi Iraq, parlemen dapat dibubarkan dengan suara mayoritas absolut. Prosesnya bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, atas permintaan sedikitnya sepertiga anggota parlemen. Kedua, atas permintaan perdana menteri yang harus mendapatkan persetujuan dari presiden.
Terkait permintaan perdana menteri Iraq berlatar belakang Syiah itu, sikap Presiden Jalal Talabani belum jelas.
Setelah pemilu terakhir Maret 2010 lalu, pemerintahan belum dibentuk sampai bulan Desember. Sejumlah posisi penting dalam kabinet hingga kini juga masih dibiarkan kosong, seperti kementerian pertahanan dan dalam negeri.
Al Maliki yang membentuk pemerintah koalisi bersama partai Syiah pimpinan Muqtada Al Sadr, dinilai kelompok sekuler di parlemen, Blok Iraqiya, berusaha menggenggam sendiri kekuasaan di tangannya.
Tindakan kentara yang dilakukan Al Maliki untuk menjadikan kelompoknya berkuasa penuh di Iraq adalah dengan menuduh sejumlah lawan politiknya melakukan tindakan terorisme, seperti yang ditujukan kepada Wakil Presiden Tariq Al Hashimi.
Al Maliki, yang naik ke kursi perdana menteri atas dukungan Amerika Serikat, hanya beberapa jam setelah Washington menarik mundur pasukannya pada akhir 2011 langsung menetapkan Al Hashimi, seorang Muslim, sebagai buronan pelaku terorisme.
Keinginan Al Maliki untuk menguasai Iraq juga dinyatakan oleh pemimpin Wilayah Otonom Kurdistan Masoud Barzani.
Pemimpin Kurdi itu bahkan sengaja terbang ke Washington pada awal April lalu untuk bertemu para pemimpin AS dan menyampaikan perihal kelakuan Al Maliki yang disebutkan mengkonsolidasi kekuasaan seperti diktator.
Suku Kurdi, yang menjadi tempat perlindungan Al Hashimi, juga bertekad tidak akan menyerahkan wakil presiden itu ke Baghdad, sebab akan menimbulkan kepincangan politik di Iraq.*