Hidayatullah.com—Kepala jaksa penuntut International Criminal Court (ICC) mengatakan Amerika Serikat diduga melakukan kejahatan perang di Afghanistan. Ini pertama kalinya mahkamah internasional itu berani menuding ke sebuah negara adidaya, menyimpang dari kebiasaan puluhan tahun yang hanya menarget penjahat-penjahat perang dari negara dunia ketiga.
Menyampaikan laporan tahunannya kepada anggota-anggota ICC di Den Haag hari Senin (14/11/2016), jaksa kepala Fatou Bensouda mengatakan akan “segera” memutuskan apakah akan meminta izin dari para hakim untuk melakukan penyelidikan penuh dugaan kejahatan perang di Afghanistan oleh agen-agen CIA dan pasukan militer Amerika Serikat lewat kasus “penyiksaan tahanan”.
Dilansir Deutsche Welle, Bensouda mengatakan bahwa Taliban, pasukan pemerintah Afghanistan, tentara militer Amerika Serikat dan agen intelijen AS CIA, semuanya diduga telah melakukan kejahatan perang.
Menurut temuan awal ICC, sedikitnya 61 tahanan menjadi korban penyiksaan dan perlakuan keji oleh tentara Amerika Serikat di Afghanistan antara 1 Mei 2003 hingga 31 Desember 2014.
Pejabat ICC itu mengatakan ada dugaan terjadi kejahatan perang berupa “penyiksaan dan perlakuan keji oleh pasukan militer AS yang ditugaskan di Afghanistan dan di fasilitas-fasilitas rahasia yang dioperasikan oleh Central Intelligence Agency.” Dugaan kejahatan itu “bukan dilakukan oleh segelintir individu” (oknum), melainkan dilakukan sebagai bagian dari “sebuah kebijakan atau sejumlah kebijakan yang ditujukan untuk mendulang informasi melalui teknik interogasi dengan cara-cara keji atau kekerasan,” lapor ICC, memberi kesan penyiksaan itu dilakukan demi “mendukung tujuan-tujuan AS dalam konflik di Afghanistan.”
Lebih lanjut Bensouda mengatakan ada “alasan mendasar untuk meyakini bahwa” selama menginterogasi tahanan “para anggota pasukan AS dan US Central Intelligence Agency menggunakan teknik-teknik yang termasuk sebagai kejahatan perang berupa penyiksaan” serta perlakuan keji dan pemerkosaan.
Amerika Serikat bukanlah negara penandatangan Statuta Roma yang menjadi dasar pendirian Mahkamah Kejahatan Internasional itu. Namun, Afghanistan mengakui yuridiksi ICC pada bulan Februari 2003 dan memberikan kewenangan kepada lembaga peradilan internasional itu untuk menyelidiki kejahatan-kejahatan keji yang terjadi di wilayahnya. Warganegara Amerika Serikat bisa menghadapi gugatan hukum jika mereka diketahui melakukan kejahatan di sebuah negara anggota ICC, seperti Afghanistan.*