Hidayatullah.com— Departemen Agama Myanmar berencana menulis sebuah buku sejarah untuk menyingkirkan Rohingya bukan berasal dari Negaranya.
Kementerian Budaya dan Agama Myanmar telah mengumumkan bahwa pihaknya berencana untuk menerbitkan sebuah buku yang merinci “sejarah yang benar Myanmar” yang di dalamnya tidak termasuk etnis minoritas Muslim Rohingya.
Menurut pernyataan yang dimuat oleh kementerian melalui akun Facebook, teks akan diterbitkan sebagai respon terhadap ‘orang asing’ demikian mereka menyebutnya, dengan “bertujuan untuk menodai citra politik Myanmar” dan “mengaduk berbagai hal dengan bersikeras Rohingya ada.”
“Kebenaran yang sesungguhnya adalah bahwa kata Rohingya tidak pernah digunakan atau ada sebagai etnis atau ras dalam sejarah Myanmar,” tambah pernyataan itu.
Fakta menunjukkan, ada sekitar satu juta Rohingya yang tinggal di Myanmar. Dan keturunan mereka telah menghuni negara Arakan barat negara itu selama beberapa generasi.
Namun mantan pemerintah militer memperkenalkan undang-undang pada tahun 1982 bahwa setiap yang diakui etnis minoritas haruslah mereka yang sudah tinggal di Myanmar sebelum perang Anglo-Burma pertama 1824-1826.
Pada tahun 2014 pemerintah Myanmar melarang penggunaan istilah Rohingya dan mendaftarkan orang-orang etnis paling tertindas di dunia itu sebagai orang Bengali dalam sensus penduduk.
Pada bulan Maret 2015 pemerintah Myanmar mencabut kartu identitas penduduk bagi orang-orang Rohingya yang menyebabkan mereka kehilangan kewarganegaraannya dan tidak mendapatkan hak-hak politiknya. Ini menyebabkan orang-orang Rohingya mengungsi ke Thailand, Malaysia dan Indonesia serta terkatung-katung di lautan.
Warga Muslim telah mendiami wilayah Arakan (nama Rakhine) sejak masa pemerintahan seorang raja Buddhis bernama Narameikhla atau Min Saw Mun (1430–1434) di kerajaan Mrauk U. Setelah diasingkan selama 24 tahun di kesultanan Bengal, Narameikhla mendapatkan tahta di Arakan dengan bantuan dari Sultan Bengal kala itu. Sejak itu ia membawa orang-orang Bengali untuk tinggal di Arakan dan membantu administrasi pemerintahannya. Dari situlah mula pertama Islam datang di negeri tersebut.
Kejahatan Kemanusiaan
Amnesty International mengatakan tindakan-tindakan militer Myanmar mungkin merupakan “kejahatan terhadap kemanusiaan” setelah muncul tuduhan kekerasan yang dialami oleh kelompok minoritas Muslim Rohingya.
Organisasi hak asasi manusia juga menuduh militer Myanmar membunuh, memerkosa, menyiksa penduduk sipil dan menjarah dan membakar hunian mereka.
Lembaga HAM Miliki Bukti Pembumihangusan Desa Warga Rohingya
Dalam laporan terbaru yang dikeluarkan pada Senin (19/12/2016), Amnesty mengatakan kesimpulannya diambil berdasarkan wawancara 35 korban dan 20 orang lainnya yang terjun dalam upaya pemberian bantuan kemanusiaan dan pelaporan di Myanmar.
Disebutkan terjadi “bencana kemanusiaan” dengan adanya pembunuhan membabi buta, penangkapan dan penahanan sewenang wenang, pemerkosaan, penjarahan dan penghancuran rumah termasuk pembakaran 1.200 rumah serta bangunan lain seperti sekolah dan masjid.
Menurut Amnesty International, tindakan militer merupakan “bagian dari serangan meluas dan sistematik terhadap penduduk Rohingya di Negara Bagian Rakhine di bagian utara dan oleh karena itu, mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan”.*