Hidayatullah.com–Menteri Luar Negeri Bahrain, salah satu Negara Arab yang memutuskan hubungan dengan Qatar hari Sabtu dikabarkan mengunjungi Turki yang memiliki hubungan dekat dengan Doha.
Menteri Luar Negeri Bahrain Shaikh Khalid bin Ahmed Al-Khalifa bertemu dengan mitra Turkinya Mevlut Cavusoglu, serta Erdogan untuk mendiskusikan “perkembangan terakhir di wilayah itu”, kementrian mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Seorang pejabat senior Turki mengatakan menteri Bahrain itu akan tiba di Istanbul empat hati setelah Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengunjungi Ankara.
Bahrain mengikuti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UAE), Mesir dan negara lainnya yang pada minggu ini memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar karena mereka mengatakan bahwa Qatar mendanai kelompok-kelompok ekstrimis dan memiliki hubungan dengan Iran, rival regional Arab Saudi.
Qatar mengecam tuduhan bahwa negara itu mendukung terorisme setelah empat negara Arab merilis daftar hitam teroris berisi lusinan orang yang diduga memiliki hubungan dengan Qatar.
Baca: PBB Sebut Yayasan Amal Qatar Lembaga Amal Besar di Dunia Arab
Dalam daftar hitam yang diumumkan pada Kamis itu terdapat 59 nama, termasuk pemimpin spiritual Ikhwanul Muslimin Yusuf al-Qaradawi, dan 12 badan, diantaranya badan amal yang didanai Qatar, Qatar Charity dan Eid Charity, lembaga yang dikenal banyak membantu kemanusiaan di dunia.
“Pernyataan bersama yang baru-baru ini dikeluarkan oleh kerajaan Arab Saudi, Bahrain, Mesir dan UAE mengenai sebuah ‘daftar pengawasan keuangan teror’ sekali lagi menguatkan dugaan tak berdasar yang faktanya tidak berfondasi,” pemerintah Qatar mengatakan dalam pembelaannya.
“Posisi kami dalam melawan terorisme lebih kuat dari kebanyakan para penandatangan pernyataan bersama itu – sebuah fakta yang telah diabaikan oleh mereka yang menulis itu.”
Qatar mengatakan negaranya terdepan di wilayah itu dalam menyerang apa yang disebutnya sebagai akar terorisme, dalam memberi pemuda harapan melalui pekerjaan, memberi pendidikan ratusan ribu pengungsi Suriah dan mendanai program masyarakat untuk melawan agenda ekstrimis.
Jerman serukan upaya diplomatis
Pada Jumat, Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel meminta agar ditingkatkannya upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis Qatar, dan mengatakan negara-negara Arab tetangga seharusnya mencabut blokade darat, laut dan udara yang ditimpakan pada negara kecil Teluk itu.
“Kami yakin bahwa saat ini waktunya diplomasi dan kita harus berbicara satu sama lain,” Gabriel mengatakan pada para reporter setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Qatar Syaikh Muhammad bin Abdulrahman al-Thani di Wolfenbuettel, Jerman.
Baca: Bantu Redakan Ketegangan, Kuwait Menyatakan Qatar Siap Berdoalog
“Bersama dengan kolega Amerika kami tetapi di atas semua kolega kami di wilayah ini, kita harus mencoba untuk menemukan solusi, khususnya mencabut blokade laut dan udara,” katanya.
Syaikh Mohammed mengatakan blokade Qatar melanggar hukum internasional dan menyebut diputuskannya hubungan darat, laut dan udara pada negaranya sebagai “hukuman kolektif”.
“Prosedur-prosedur yang diambil jelas-jelas pelanggaran hukum internasional dan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional. Hal itu tidak akan menghasilkan dampak positif pada wilayah melainkan hanya menghasilkan dampak negatif,” dia mengatakan pada reporter.
“Kejahatan apa yang Qatar lakukan hingga pantas menerima hukuman kolektif ini yang melanggar semua hukum internasional?” tanyanya.
Gabrial mengatakan dia optimis bahwa upaya diplomatik Amerika Serikat, Kuwait, Uni Eropa dan Jerman dapat menyelesaikan krisis itu, mengatakan “hal itu harus tidak berakhir dengan peningkatan lebih lanjut yang mengandung kekerasan.”
Kelompok yang diblacklist
Saudi dan negara Teluk lainnya menyebut Qatar Charity dan Eid Charity yang didanai Qatar, bersama dengan kelompok militan Libya dan enam organisasi Bahrain, termasuk Hizbullah Bahrain dalam daftar kelompok teror yang memiliki hubungan dengan Qatar. Qatar merupakan bagian dari koalisi militer Teluk yang membantu Bahrain meredakan pemberontakan populer 2011 yang pemerintah mengklaim bahwa peristiwa itu didukung oleh Iran untuk mengembangkan ketidakstabilan ke kepulauan Teluk.
Dalam pernyataan bersama, empat negara itu mengatakan mereka telah setuju untuk menempatkan 59 individu dan 12 group “yang berhubungan dengan Qatar” dalam daftar pelaku teror mereka.
Di dalam pernyataan itu dikatakan bahwa pengumuman tersebut menyoroti komitmen negara-negara itu untuk “melawan terorisme dan mengeringkan pendanaanya”. Empat negara itu mengatakan langkah tersebut merupakan hasil dari kegagalan Doha memenuji janji dan kesepakatannya untuk berhenti mendukung dan memberi tempat para individu dan organisasi yang menimbulkan ancaman pada keamanan nasional mereka.
Pada 2014, Arab Saudi memperbesar daftar kelompok terorisnya dengan memasukkan Ikhwanul Muslim, sementara UAE menandai beberapa organisasi HAM sipil Muslim Amerika, termasuk Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), sebagai teroris, sementara di Amerika sendiri CAIR justru dianggap sebagai lembaga advokasi pembela Islam.
18 warga Qatar yang disebutkan oleh empat negara Arab yang diduga pemberi dana terorisme merupakan pebisnis terkemuka, politisi dan anggota senior keluarga penguasa Qatar termasuk seorang mantan menteri dalam negeri.
Abdel Hakim Belhadj, seorang mantan komandan Libya, merupakan salah satu dari lima warga Libya yang berada di daftar teror itu, sementara al-Qaradawi dan ulama Salafi Wagdy Ghoneim merupakan dua diantara 26 warga Mesir.
Di daftar itu juga termasuk beberapa kelompok militan Syiah di Bahrain yang dianggap oleh beberapa pemerintah Teluk Arab berhubungan dengan Iran, diantaranya Saraya Ashtar, Saraya Mukhtar, dan gerakan 14 Februari.
Juga disebutkan tiga warga Kuwait, dua warga Jordania, dua warga Bahrain, seorang warga UAE, seorang warga Saudi dan seorang warga Yaman.*/Nashirul Har AR