Hidayatullah.com—Sejak 2005, tampak penurunan signifikan aborsi di kebanyakan negara anggota Uni Eropa, menurut data yang dianalisis oleh Euronews.
Wanita di Luxembourg,
Hungaria dan Inggris termasuk yang paling banyak melakukan aborsi di Uni Eropa, lapor Euronews Selasa (20/2/2018).
Hal tersebut terlihat dari statistik Eurostat perihal jumlah aborsi di setiap negara dibandingkan dengan jumlah wanita kelompok usia subur.
Lebih dari setengah negara anggota Uni Eropa mengalami penurunan gradual aborsi.
Di Eropa Timur, penurunan itu lebih ekstrim. Di Slowakia dan Estonia angka aborsi menurun hingga setengah dalam kurun 10 tahun terakhir.
Di kalangan negara yang lebih konservatif, penurunan itu juga telihat, seperti di Portugal di mana aborsi tidak lagi dikriminalkan pada tahun 2007. Sementara di Spanyol jumlah pengguguran kandungan menurun setelah terjadi peningkatan di pertengahan tahun 2000-an.
Di Inggris dan Prancis, angka aborsi relatif stabil.
Namun, aborsi terlihat di sejumlah negara Uni Eropa. Polandia mengalami peningkatan jumlah aborsi, meskipun negara itu memiliki legislasi paling ketat dibanding anggota UE lain dan pemerintah mendorong warganya untuk memiliki lebih banyak anak. Dalam 10 tahun, jumlah aborsi naik dari 225 kasus pada 2005 menjadi 1.044 pada 2015.
Di Luxembourg, 651 wanita melakukan aborsi pada 2015, bandingkan dengan 148 di tahun 2008.
Peningkatan aborsi juga tampak di Swedia dan Belgia, meskipun tidak setinggi negara lain.
Menurut Eurostat, wanita yang melakukan aborsi biasanya berusia antara 20 dan 24 tahun, dengan pengecualian di Hungaria di mana aborsi paling banyak dilakukan oleh pasien berusia 15 sampai 19 tahun.
Di kawasan Eropa, kurangnya pendidikan seks seringkali disebut sebagai faktor kunci yang mendorong aborsi.
Menurut WHO, dari kalangan wanita berusia di bawah 20-an tahun sekitar 10%-15% dari wanita yang pernah melakukan aborsi berasal dari sepertiga negara anggota Uni Eropa.
Di Inggris, minimnya pengetahuan perihal kontrasepsi dan bagaimana penggunaannya berkaitan dengan angka kehamilan remaja, menurut British Family Planning Association.
Organisasi Medecins du Monde telah mengutarakan kekhawatiran mereka terhadap pemerintah Spanyol yang mengatakan perlunya menambah pendidikan soal aborsi di kalangan pelajar. Dalam laporan tahun 2016, lembaga swadaya masyarakat itu mengatakan bahwa Spanyol nilainya nyaris nol dalam urusan pendidikan kesehatan dan seks.
Sementara itu, Dewan Tinggi untuk Kesetaraan antara Pria dan Wanita Prancis mengatakan pendidikan seks di negaranya “terpecah-pecah”.
Dewan Eropa mengatakan pendidikan seks merupakan isu sosial yang penting untuk ditingkatkan di tahun-tahun mendatang.*