Hidayatullah.com—Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan pensiun dari politik dan tidak akan maju dalam pemilu tahun depan.
Pemimpin berusia 76 tahun itu bulan lalu mengatakan bahwa dirinya akan mencalonkan diri sebagai wakil presiden dalam pemilu 2022. Konstitusi Filipina hanya membolehkan seseorang menjabat satu periode enam tahun.
Namun, sekarang dia mengatakan akan menarik diri sebab banyak sentimen warga Filipina yang menilai “saya tidak memenuhi syarat”.
Duterte mengumumkan hal itu dalam sebuah acara di Manila di mana dia diduga akan mendaftarkan pencalonan dirinya.
Dia mengatakan bahwa mencalonkan diri sebagai wakil presiden “berarti merupakan pelanggaran konstitusi karena mengakali hukum, semangat konstitusi”.
Akan tetapi, juru bicaranya Harry Roque tidak sepenuhnya menampik aktivitas politik Duterte di masa depan.
Kepada BBC hari Sabtu (2/10/2021), dia mengatakan bahwa pengumuman Duterte itu artinya dia tidak lagi tertarik untuk me calonkan diri sebagai wakil presiden, “perihal apakah dia sepenuhnya pensiun dari politik atau tidak, saya harus memastikan hal itu kepadanya.”
Duterte naik ke puncak kekuasaan pada 2016 dengan janji memangkas kriminalitas dan mengatasi masalah narkoba di Filipina. Namun, para pengkritik menudingnya merestui pembunuhan ekstrayudisial ribuan tersangka kejahatan narkoba oleh polisi.
Pengumuman pensiun dari politik itu dilakukan di tengah spekulasi bahwa putrinya akan mencalonkan diri sebagai presiden.
Bulan lalu Sara Duterte-Carpio, yang saat ini menjabat walikota Davao, mengatakan bahwa dia tidak akan ikut mencalonkan diri sebagai presiden sebab dia dan ayahnya sudah sepakat hanya salah satu dari mereka yang akan maju dalam pilpres Mei 2022.
Akan tetapi, jajak pendapat yang digelar tahun ini banyak yang menunjukkan bahwa Sara Duterte-Carpio unggul.
Jika Duterte-Carpio terpilih sebagai presiden, sebagian kalangan menduga dia kemungkinan akan melindungi ayahnya dari tuntutan pidana di Filipina dan dari jaksa International Criminal Court (ICC).
Pada bulan Juni, jaksa ICC mengajukan permohonan untuk membuka penyelidikan penuh atas pembunuhan yang terjadi dalam perang narkoba di Filipina, mengatakan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan kemungkinan terjadi dalam pelaksanaan kebijakan Presiden Duterte tersebut.*