Hidayatullah.com—Mahkamah Agung India memperbolehkan orang menulis “wasiat hidup”, yang artinya mereka dapat berpesan kepada pewarisnya agar dilakukan apa yang dikenal sebagai euthanasia pasif
Dengan euthanasia pasif perawatan medis atas seseorang dapat dihentikan guna mempercepat kematiannya, dengan mengikuti pedoman ketat yang ditentukan. Euthanasia pasif ini dapat dilakukan atas pasien penderita sakit tak tersembuhkan atau yang dalam keadaan koma berkepanjangan.
“Wasiat hidup” itu berisi keinginan seseorang tentang bagaimana mereka ingin diperlakukan jika mengalami sakit sangat parah.
Para hakim di India berpendapat bahwa hak untuk mati secara terhormat merupakan hak mendasar dan apa yang dituliskan seseorang dalam wasiatnya ketika hidup itu dapat disetujui oleh pengadilan.
“Keputusan hari ini merupakan tengara penting karena datang di waktu teknologi kedokteran memungkinkan pasien dibiarkan tetap hidup dengan berbagai peralatan artifisial, sementara rumah sakit terus menagih uang,” kata Vipul Mudgal ketua Common Cause, kelompok advokasi yang mengajukan masalah itu ke pengadilan, kepada BBC.
Namun demikian, masih belum jelas bagaimana pengadilan dapat menjamin bahwa wasiat yang ditulis oleh pasien tidak dibuat di bawah tekanan atau paksaan pihak lain.
Dalam keputusan hari Jumat (9/3/2018) itu para hakim di Mahkamah Agung India membeberkan pedoman untuk memfasilitasi euthanasia pasif.
Mahkamah mengatakan anggota keluarga atau kerabat pasien penderita sakit parah yang menginginkan euthanasia pasif dapat pergi ke pengadilan agar prosedur itu dapat dilaksanakan. Satu tim beranggotakan para dokter kemudian akan ditunjuk oleh pengadilan untuk memutuskan apakah euthanasia perlu dilakukan.
Sebelum ini sejumlah permintaan euthanasia aktif –tindakan sengaja untuk membantu seorang pasien membunuh dirinya sendiri– sudah diajukan oleh orang India, tetapi pengadilan dan pihak berwenang menolaknya.
Pada tahun 2008, seorang warga Uttar Pradesh bernama Jeet Narayan menulis surat permohonan kepada presiden India ketika itu, Pratibha Patil, agar diizinkan untuk mematikan nyawa empat anaknya yang terbujur lumpuh di tempat tidur. Presiden menolak permohonan tersebut.
Tahun 2013, Dennis Kumar yang bekerja sebagai portir di Tamil Nadu meminta izin kepada pihak berwenang agar diperbolehkan mengakhiri hidup bayi laki-lakinya, yang mengalami cacat bawaan lahir. Permintaannya ditolak oleh pengadilan.*