Hidayatullah.com–Maroko telah mengumumkan memutus hubungan diplomatik dengan Iran pada hari Selasa (01/05/2018) atas dukungan Teheran kepada kelompok politik “Front Polisario”, kelompok gerakan separatis yang ingin memerdekaan Sahara Barat.
Kementerian Luar Negeri Maroko mengatakan hari Selasa akan segera menutup kedutaannya di Teheran dan mengusir Duta Besar Iran di Rabat.
Rabat menuduh Tehran dan proksi Hizbullah – Lebanon telah melatih dan mempersenjatai pemberontak “Front Polisario”.
Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita, mengatakan kepada Aljazeera bahwa Rabat memiliki bukti yang memberatkan pemerintah Iran, yang membantu milisi Syiah Hizbullah dalam memberikan dukungan keuangan serta logistik kepada Polisario melalui kedutaannya di Aljazair.
Bourita mengatakan dia mempresentasikan bukti kepada mitranya di Iran pada hari sebelumnya di Teheran, yang termasuk dokumentasi pengiriman senjata yang dilakukan kepada kelompok pemberontak.
“Bulan ini Hezbollah mengirim rudal SAM9, SAM11 dan Strela untuk Polisario dengan keterlibatan diam-diam kedutaan Iran di Aljazair,” katanya pada wartawan.
Baca: Maroko Ingin Bergabung Lagi dengan Uni Afrika Setelah 32 Tahun
“Maroko yang tidak mendapat pilihan untuk bertindak dan memutuskan hubungan diplomatik dan menutup kedutaannya di Teheran.”
Bourita mengatakan dia baru saja kembali dari Iran setelah memberitahukan keputusan Maroko untuk memutuskan hubungan. Duta Besar Rabat telah kembali ke negara asal dan Duta Besar Iran telah diusir pada hari Selasa dan berlaku segera, katanya.
Tidak ada reaksi langsung Iran terhadap tindakan atau tuduhan Maroko ini. Iran telah mendukung ‘Front Polisario’ di masa lalu.
Sementara milisi Syiah Hizbullah dukungan Iaran membantah dalam sebuah pernyataan bahwa mereka sedang melatih dan mempersenjatai ‘Front Polisario’ dan mengatakan Maroko telah mengambil keputusan di bawah “tekanan Amerika, Israel dan Saudi”.
‘Perang Bayangan’ di Sahara
‘Front Polisario’, satu kelompok separatis Sahara Barat telah lama menuduh Maroko menolak hak rakyat Sahrawi untuk menentukan nasibnya sendiri.
Fron Polisario mendesak kemerdekaan wilayah Sahara Barat karena berpendapat Maroko kembali menjadi anggota dan menerima prinsip-prinsip Uni Afrika, sehingga Maroko harus mengakui Sahara Barat sebagai wilayah merdeka.
Baca: Jejak Soekarno di Maroko
Sejak 1884, wilayah Sahara Barat dijajah Spanyol dengan nama koloni “Sahara Spanyol”. Spanyol melepaskan kendali atas wilayah itu pada 1975 yang kemudian diklaim oleh Mauritania, Maroko, dan Polisario.
Perang terjadi dengan gerakan kemerdekaan ‘Front Polisario’ yang bersenjata yang dibentuk tahun 1973 dan menyatakan dirinya sebagai satu-satunya wakil dari penduduk Sahara yang pengembara atau rakyat Saharawi.
Konflik itu berakhir tahun 1991 dengan satu gencatan senjata yang diprakarsai PBB.
Tahun 2009, Rabat pernah memutuskan hubungan diplomatik dengan Teheran setelah penasehat Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei mengatakan Iran memiliki hak berdaulat atas Bahrain.
Kementerian luar negeri Maroko kala itu juga menuduh Iran berusaha menyebarkan Syiah di kerajaan yang didominasi Sunni ini.*