Hidayatullah.com—Untuk pertama kalinya, Duta Besar China untuk Bangladesh Zhang Zuo melakukan kunjungan ke kamp-kamp pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, untuk membahas kemungkinan pemulangan pengungsi Rohingya ke Myanmar, lansir the Irrawady.
Kunjungan pertama Dubes China ke kamp-kamp Rohingya itu “sangat penting” karena China memiliki hubungan diplomatik kuat dengan Bangladesh dan Myanmar dalam masalah perdagangan dan pembangunan, ujar pejabat Bangladesh menggambarkan.
Kunjungan Zhang ini dilakukan menjelang kunjungan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina ke China pada awal Juli mendatang.
Menteri Luar Negeri Bangladesh AK Abdul Momen mengatakan kunjungan itu sebagai hal yang positif.
“China mengamati secara langsung keadaan di dalam kamp… Kami tidak punya niat untuk menyembunyikan apa pun,” kata dia.
Dia mengatakan Dhaka berharap China dapat menekan Myanmar untuk menyelesaikan krisis.
Abdul juga mengatakan Hasina kemungkinan akan mengunjungi China pada bulan Juli dan bahwa krisis Rohingya adalah salah satu masalah yang akan dibahas selama pembicaraan bilateral.
Zhang juga bertemu dengan aktivis HAM Rohingya termasuk Mohib Ullah, Ketua Masyarakat Arakan Rohingya untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia (ARSPHR), yang sejak 2018 menjadi salah satu kelompok hak asasi terkemuka yang bekerja di dalam kamp.
ARSPHR mengatakan mereka mendiskusikan proses pemulangan dengan duta besar.
“Kami menunjukkan semua jenis dokumen yang menegaskan bahwa kami adalah salah satu etnis minoritas Myanmar,” kata seorang juru kampanye hak asasi Rohingya yang menghadiri pertemuan itu.
Tidak ada pernyataan dari Kedutaan China di Dhaka yang telah dikeluarkan pada hari Selasa malam dan Kedutaan tidak menanggapi permintaan email tentang kunjungan Duta besar ke kamp Rohingya.
Zhang tiba di Dhaka untuk menempati jabatannya pada bulan Februari 2018.
Pada 18 Mei, ia hadir di sebuah acara National Press Club di ibu kota untuk meresmikan Forum Jalan Sutra Bangladesh-China untuk memperdalam “ikatan Antar Masyarakat”.
Dalam sebuah pernyataan tertulis yang mempromosikan skema tersebut, diplomat China berkata, “kami… mengusulkan solusi tiga fasa mengakhiri kekerasan, repatriasi dan pembangunan untuk isu negara bagian Rakhine di Myanmar; mengadakan pertemuan tripartit informal antara Bangladesh, Myanmar dan China; dan mendorong Bangladesh dan Myanmar untuk mencapai konsensus mengenai prinsip pemulangan Rohingya, menunjukkan rasa tanggung jawab China terhadap perdamaian dan stabilitas regional.”
Bangladesh saat ini rumah bagi lebih dari 1.100.000 Rohingya. Mayoritas dari mereka masuk Cox’s Bazar sejak 25 Agustus 2017, setelah serangan militer Myanmar di utara negara bagian Rakhine.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok yang paling teraniaya di dunia, menghadapi serangan terus-menerus sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 24.000 Muslim Rohingya dibunuh oleh tentara Myanmar.
Laporan OIDA yang berjudul ‘Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira’ mengungkapkan ada lebih dari 34.000 orang Rohingya dibakar hidup-hidup, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli.
Sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan ratusan rumah Rohingya dibakar atau dirusak.
Amnesty International mengungkapkan lebih dari 750.000 pengungsi – sebagian besar anak-anak dan perempuan – melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan kekerasan ke kelompok Muslim minoritas itu pada Agustus 2017.
PBB mencatat adanya perkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal, dan penculikan yang dilakukan oleh personel militer Myanmar.
Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan.*